Wednesday, May 30, 2012

Sikap Bahasa dan Pemilihan Bahasa

By MOHD ZACK  |  7:20 AM No comments


 A.      Sikap Bahasa
Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa. Lambert menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.[1] Dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang digunakan dalam proses berfikir. 
b. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian suka atau tidak suka terhadap sesuatu. 
c. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai putusan akhir melalui komponen inilah orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan yang dihadapinya.[2]
Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya. Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada umumnya berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman “menyenangkan’ atau “tidak menyenangkan” yang didapat seseorang di dalam masyarakat menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku belum tentu menunjukkan sikap.
Dewasa ini ada tiga ciri sikap bahasa sebagai berikut:
1) Kesetiaan bahasa (language loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa memepertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.
2) Kebangaan bahasa (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakanya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.
3) Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong yang mendorong orang mengunakan bahasanya dengan cermat dan santun dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan kegunaan bahasa (languagae use).[3]

B.       Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 180) adalah memilih “sebuah bahasa secara keseluruhan” dalam suatu komunikasi. Dalam masyarakat multibahasa tersedia berbagai kode, baik berupa bahasa, dialek, variasi, dan gaya untuk digunakan dalam interaksi sosial. Untuk istilah terakhir, Kartomihardjo lebih suka mempergunakan istilah ragam sebagai padanan dari style. Dengan tersedianya kode-kode itu, anggota masyarakat akan memilih kode yang tersedia sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam interaksi sehari-hari, anggota masyarakat secara konstan mengubah variasi penggunaan bahasanya.[4]
Dalam sebuah Negara, berlaku penggunaan dwibahasa dan setiap individu mengetahui lebih dari satu bahasa. Dalam masyarakat dwilingual atau multilingual, masyarakat harus memilih bahasa mana yang harus digunakan. Dalam hal pilihan ini ada tiga jenis pilihan yang dapat digunakan:
    1.   Alih kode, yaitu menggunakan suatu bahasa pada suatu keperluan dan bahasa lain pada keperluan yang lain.
2. Campur kode, yaitu menggunakan bahasa tertentu dengan dicampuri sebagian dari bahasa lain.
3. Dengan memilih variasi bahasa yang sama.[5]
Ketiga pilihan ini dapat dilakukan dengna mudah, tetapi malah terkadang sulit untuk dilakukan karena kesulitan membedakan antara alih kode dan campur kode. Seseorang yang melakukan pemilihan bahasa dalam komunikasinya sebenarnya sedang menerapkan kompetensi komunikatifnya, atau sedang menunjukkan performansi komunikatifnya. Sebagai perilaku, pemilihan bahasa hakikatnya merupakan tindakan atau perilaku dalam menggunakan bahasa terpilih berdasarkan situasi yang tersedia. Karena itu, Fasold (1984) menggunakan istilah “perilaku pilihan bahasa.”[6]
Dalam memahami pemilihan bahasa, para psikolog memiki pandangan yang berbeda. Penutur menerapkan asumsi dasar tentang potensi linguistic lawan bicaranya dalam masyarakat dwilingual atau multilingual. Hal ini didasarkan pada teori akomodasi bahasa, yaitu ketika penutur mengalami proses wacana interaktif dia mungkin akan konvergen terhadap bahasa lawan bicaranya atau divergen terhadap kode bahasanya sendiri. Keputusan seseorang dalam memilih bahasa atau menggunakan salah satu kode bahasa bergantung pada ongkos (cost) atau reward yang dipersepsikan akan diperolehnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan bahasa, antara lain:
1. Kemampuan penutur, biasanya penutur akan lebih banyak menggunakan bahasa yang lebih dikuasainya.
2. Kemampuan pendengar, biasanya penutur juga cenderung menggunakan bahasa yang digunakan oleh pendengar, hal ini terjadi apabila penutur sama-sama menguasai bahasa pertama dan kedua.
3. Umur, Orang yang lebih dewasa cenderung menggunakan bahasa kedua untuk menunjukkan rasa kepemilikannya terhadap suatu tempat.
4. Status social, pada situasi tertentu seseorang akan menggunakan suatu bahasa yang menunjukkan strata social yang tinggi.
5. Derajat hubungan, terkadang seseorang menggunakan suatu bahasa pada pertemuan pertama, namun menggunakan bahasa yang lain ketika hubungannya sudah semakin dekat.
6. Hubungan etnis, seseorang terkadang berbicara suatu bahasa dengan orang se-etnis. Dan berbicara bahasa lain dengan orang yang berlainan etnis.
7. Tekanan dari luar, apabila suatu bahasa tidak disukai dalam suatu masyarakat karena suatu sebab, maka pemilik bahasa ini hanya akan menggunakan bahasanya dalam rumah seperti sembunyi-sembunyi.
8. Tempat, terkadang pemilihan bahasa dengan menggunakan asas pembagian integrative. Menggnakan bahasa pertama didalam rumah, dan bahasa kedua diluar rumah misalnya.[7]


C. Perspektif Sosiolinguistik tentang Pemilihan Bahasa
     Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa sebagai fakta sosial dan menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem tingkah laku budaya, serta sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi fenomena pemilihan bahasa sebagai wacana dalam peristiwa komunikasi dan sekaligus menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur.
    Dalam kaitannya dengan situasi kebahasaan di Indonesia, kajian pemilihan bahasa dalam masyarakat di Indonesia bertemali dengan permasalahan pemakaian bahasa dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa karena situasi kebahasaan di dalam masyarakat Indonesia sekurang-kurangnya ditandai oleh pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu (pada sebagaian besar masyarakat Indonesia), bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa asing. Studi pemilihan bahasa dalam masyarakat seperti itu lebih mengutamakan aspek tutur (speech) daripada aspek bahasa (language). Sebagai aspek tutur, pemakaian bahasa relatif berubah-ubah sesuai dengan perubahan unsur-unsur dalam konteks sosial budaya. Hymes (1972; 1973; 1980) merumuskan unsur-unsur itu dalam akronim SPEAKING, yang merupakan salah satu topik di dalam etnografi komunikasi (the etnography of communication), yang oleh Fishman (1976: 15) dan Labov (1972: 283) disebut sebagai variabel sosiolinguistik.
    Hymes (1980) mengemukakan tujuh belas komponen peristiwa tutur (components of speech event) yang bersifat universal. Ketujuh belas komponen itu oleh Hymes diklasifikasikan lagi menjadi delapan komponen yang diakronimkan dengan SPEAKING:
(1) setting and scene (latar dan suasana tutur),
(2) participants (peserta tutur),
(3) ends (tujuan tutur),
(4) act sequence (topik/urutan tutur),
(5) keys (nada tutur),
(6) instrumentalities (sarana tutur),
(7) norms (norma-norma tutur), dan
(8) genre (jenis tutur).
Pandangan Hymes tentang kedelapan komponen peristiwa tutur tersebut merupakan faktor luar bahasa yang menentukan pemilihan bahasa.[8]

D. Faktor-Faktor Penentu Pemilihan Bahasa
Ervin-Trip (dalam Grosjean 1982: 125) mengidentifikasikan empat faktor utama yang menyebabkan pemilihan bahasa, yaitu:
1. Situasi dan latar (waktu dan tempat)
2. Partisipan dalam interaksi, yaitu mencakup hal-hal, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal, latar belakang kesukuan, dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain.
3. Topik percakapan
4. Fungsi interaksi.[9]



[1] W. E. Lambert, A Social Psichology Of bilingualism, journal of social Issues 23. P. 91.
[2] Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik, Rineka Cipta (Jakarta: 2010) P. 150
[3] P.L Garvin dan M. Mathiot, The Urbanization of the Gurani Language : Problem in Language and Culture, dalam Fishman (Ed). 1968.
[4] Soeseno Kartomiharjo, Bahasa cermin Kehidupan Masyarakat, Dikbud (Jakarta: 1988) p. 25.
[5] Abdul Chaer.. P. 154.
[6] Abd. Syukur Ibrahim, Kapita Selekta Sosiolinguistik, Penerbit Usaha Nasional (Surabaya: 1993) p. 92.
[7] Afifuddin Dimyathi, Ilmu al-Lughah al-Ijtima'I, Dar al-Ulum al-Lughawiyyah (Surabaya: 2010) p. 136.
[8] Lihat: http://elyana-lie.blogspot.com/2012/03/pemilihan-bahasa-dalam-masyarakat.html, diakses tanggal: 23-05-2012.
[9] Lihat: http://tianfatmanuraini.blogspot.com/2011/06/sikap-bahasa-dan-pemilihan-bahasa-oleh.html, diakses tanggal: 23-05-2012.

Author: MOHD ZACK

Assalamu'alaikum, Saya Penulis di blog ini, silakan Share jika tulisan ini bermanfaat. Terima Kasih atas kunjungan anda. Kritik dan saran silakan di poting di kolom komentar.

0 komentar:

E-mail Newsletter

Kirim alamat E-mail anda untuk mengikuti pembaruan dari kami.

Recent Articles

© 2015 Waajibaty | Distributed By Zacky | Created By Zacky
TOP