Wednesday, July 20, 2011

Mengenal Kutub as-Sittah

By MOHD ZACK  |  8:27 PM No comments

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Secara umum, kitab-kitab hadits terbagi menjadi dua, pertama Kutub al-Ahadits al-Mu’tamadah (kitab-kitab hadits induk/primer) dan kedua, Kutub al-Ahadits Ghair al-Mu’tamadah (kitab-kitab hadits sekunder).
Kutub al-Ahadits al-Mu’tamadah adalah kitab-kitab hadits yang ditulis oleh para imam-imam hadits yang memiliki riwayat secara langsung dari Rasulullah saw. Melalui jalur sanadnya sendiri secara keseluruhan dari awal hingga akhir. Seperti kitab shahih al-Bukhari, shahih Muslim, sunan at-Tirmidzi, sunan an-Nasa’i, sunan Ibnu Majah, musnad Imam Ahmad Bin Hambal dan sebagainya. Kitab-kitab seperti inilah yang harus dikenali oleh generasi-generasi umat Islam saat ini, karena kapasitas kitab-kitab tersebut sebagai rujukan utama dalam sunnah nabawiyah. Dan tidak mungkin bagi seseorang yang mengkaji hadits untuk meningalkan kitab-kitab tersebut.
Sedangkan Kitab al-Ahadits Ghair al-Mu’tamadah adalah kitab-kitab hadits yang ditulis oleh para imam hadits namun tidak melalui jalur sanadnya sendiri, melainkan berupa gabungan hadits-hadits melalui jalur sanad yang lain yang diambil dari kitab-kitab hadits induk. Kitab-kitab ini seperti Riyadhus Shalihin, Bulughul Maram, Nailul Authar, dan sebagainya.
Pembahasan ini akan lebih mengkhususkan pada kitab-kitab hadits induk (Mu’tamad) saja yang lebih dikenal dengan Kutubus Sittah. Kitab-kitab tersebut antara lain:
1. Kitab shahih al-Bukhari
2. Kitab shahih Muslim
3. Kitab sunan Abu Daud
4. Kitab Jami’ at-Tirmidzi
5. Kitab sunan an-Nasa’i
6. Kitab sunan Ibnu Majah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi singkat para penulis Kutubus Sittah.
2. Apakah Kutubus Sittah itu, bagaimana metodologi penulisannya dan syarat-syarat kesahihannya.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi singkat para penulis Kutubus Sittah.
2. Mengetahui Kutubus Sittah, baik metodologi penulisannya, maupun syarat-syarat kesahihannya.

BAB II
MENGENAL KUTUBUS SITTAH
A. Kitab Shahih al-Bukhari
1. Biografi imam Bukhari
Imam Bukhari mempunyai nama lengkap Al-Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Isma’il Bin Ibrahim Bin Al-Mughiroh Bin Bardizbah. Kakek beliau yaitu Bardizbah mulanya beragama majusi, kemudian masuk Islam dengan perantara al-Ju’fi. Oleh karena itu beliau juga memiliki nisbah al-Ju’fi, beliau juga memiliki nisbah pada daerah kelahirannya yaitu Bukhoro sehingga beliau dikenal dengan sebutan Imam Bukhari.
Imam Bukhari lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H, di Bukhoro. Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih kanak-kanak, sehingga beliau dirawat oleh ibunya seorang diri. Allah memberikan keistimewaan kepada beliau berupa otak yang sangat cemerlang dan hati yang terjaga sehingga beliau dapat dengan mudah untuk dapat mengambil ilmu dari para guru-gurunya. Pada usianya yang masih muda (16 tahun) beliau telah mendatangi hampir seluruh ulama yan ada di tempatnya. Beliau telah belajar dari Ibnu Mubarak, Waki’, dan memahami pemikiran dari ahlu ra’yi tersebut.
Beliau merupakan teladan yang baik dalam pengembaraan mencari ilmu dan hadits. Diriwayatkan bahwa beliau mengatakan: “aku menunjungi Syam, Mesir, Hijaz, ke Jazirah dua kali, kemudian ke Bashrah empat kali, lalu aku tinggal di Hijaz enam tahun. Aku sendiri tidak dapat menghitung berapa kali aku masuk Kufah dan Baghdad bersama para ahli hadits”.
Imam Bukhari merupakan seorang imam yang memiliki ketajaman dan kecermelangan otak yang sangat luar biasa. Sebagai bukti kecermelangan otaknya ketika beliau pergi ke Baghdad, seluruh ulama’ Baghdad berkumpul untuk menguji kemampuan beliau. Mereka mengumpulkan seratus hadits, yang antara sanad dan matannya ditukar antara satu dengan yang lainnya, kemudian seratus hadits tadi dibagi pada sepuluh penguji. Sehingga setiap ulama memegang sepuluh hadits yang telah diputar balik antara sanad dan matannya. Ketika imam Bukhari datang, masing-masing dari kesepuluh orang ini bertanya kepada beliau mengenai hadits-hadits tadi, dan setiap kali disebut sebuah hadits imam Bukhari berkata: “aku tidak mengetahui hadits tersebut” demikianlah hingga mencapai seratus hadits. Banyak orang yang tidak mengerti menyangka imam Bukhari tidak tahu apa-apa, namun setelah semuanya selesai, beliau berkata pada orang pertama yang menanyai beliau sepuluh hadits tadi dan mengatakannya, bahwa hadits yang anda katakana dari fulan bin fulan adalah salah. Beliau juga menyebutkan hadits yang benar dari Rasulullah saw. Imam Bukhari menjawabnya satu per satu hingga tuntas sampai seratus tadi.
Mengenai ujian ini banyak diantara para hadirin yang berkomentar, bahwa yang membuat takjub itu bukannya beliau hafal seratus hadits dengan matan yang benar, namun yang menakjubkan adalah beliau juga hafal seratus hadits yang diputar balikkan satu persatu. Mengenai kekuatan hafalan beliau, Imam Ibnu Hajar mengatakan: “sekiranya engkau membuka lembaran pujian para ulama’ yang hidup setelah masa beliau, sungguh akan habis kertas dan sirnalah nafas, karena beliau seperti lautan yang tak bertepi.”
Imam Bukhari wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H di daerah Samarkindi, dan dimakamkan pada Idul Fitri ba’da Dzuhur. Beliau memiliki banyak karya peninggalan yang sangat berarti dalam khazanah keilmuan Islam, terutama dalam bidang sunnah. Diantara karya-karya beliau adalah: Al-Jami’ al-Shahih (Shahih Bukhari), Al-Adab al-Mufrad, Al-Tarikh al-Shagir, Al-Tarikh al-Ausath, Al-Tarikh al-Kabir, Al-Tafsir al-Kabir, Al-Musnad al-Kabir, Kitabul Ilal, Rof’ul Yadaini Fis Shalat, Birrul Walidain, Kitabul Asyribah, Al-Qiraah Khalfu Imam, Kitabud Dhu’afa’, dan lain sebagainya.
2. Tentang Kitab Shahih Bukhari
Para imam-imam hadits sebelum Imam Bukhari belum ada yang menuliskan hadits secara khusus pada hadits shahih saja, namun masih berupa campuran antara hadits shahih, hasan dan dha’if. Oleh karena itulah imam Bukhari berinisiatif untuk menuliskan hadits-hadits shohih dan tidak memasukkan hadits dha’if dalam sebuah kitabnya yaitu Al-Jami’ As-Shahih, yang secara lengkap memiliki nama:
الجامع المسند الصحيح المختصر من أمور رسول الله صلى الله عليه وسلم وسننه وأيامه
Oleh karena itulah imam Bukhari disebut sebagai imam hadits yang pertama kali secara khusus menulis sebuah kitab hadits-hadits shahih.
Diantara faktor yang memotivasi beliau menulis kitab shahih adalah pada suatu malam beliau bermimpi bertemu dengan Rasululloh saw. seolah-olah beliau berdiri di hadapan Rasulullah, ditangan belliau terdapat kipas yang beliau kipaskan ke Rasulullah saw. Akhirnya beliau tanyakan pada ahli tafsir mimpi, dan merka mengatakan bahwa imam Bukhari mengipaskan (menghilangkan) dusta-dusta dari hadits Rasulullah saw. Hal inilah yang memotivasi beliau untuk menuliskan sebuah kitab shahih. Ditambah lagi dengan usulan dari syaikh beliau yaitu Ishaq Bin Rohawaih agar beliau menulis kitab shahih:
لو جمعتم كتابا مختصرا بصحيح سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم
Lalu beliau mengatakan bahwa ungkapan ini membekas dalam hati, lalu aku memulai menulis kitab shahih Bukhari.
Imam Bukhari sangat berhati-hati dalam memasukkan hadits-hadits ke kitab shahihnya, setidaknya terdapat dua factor kehati-hatian yang beliau lakukan:
Dari segi keilmiahannya. Dimana beliau sangat menyeleksi hadits-hadits dengan melakukan perbandingan dengan riwayat lain, menganalisanya secara mendalam dan seterusnya. Hingga untuk menyelesaikan kitab ini beliau membutuhkan waktu 16 tahun. Kedua, dari segi ruhiyah, dimana beliau sendiri mengatakan, “aku tulis kitab shahih ini di masjidil haram, dan aku tidak memasukkan satu haditspun kecuali aku melakukan istikharah terlebih dahulu kepada Allah, aku sahalat dua rakaat terlebih dahulu, dan aku bertabayyun mengenai keshahihannya.”
Imam Bukhari dikenal sebagai imam yang sangat hati-hati dalam menshahihkan hadits. Karena persyaratan yang beliau tetapkan terhadap hadits shahih itu merupakan syarat tertinggi diantara imam-imam hadits lainnya. Selain kelima syarat hadits shahih, yaitu sanadnya bersambung, perawinya harus adil dan dhabit, dan hadits tersebut bukan merupakan hadits syadz atau mu’allal, imam Bukhari juga mempunyai syarat yang lain dalam masalah ittisholu as-sanad. Bagi beliau tidak cukup bagi kedua perawi hanya sekedar semasa, namun harus ada bukti bahwa mereka berdua pernah bertemu walaupun hanya sekali. Syarat seperti ini sama dengan syarat yang ditatapkan oleh syaikh beliau yaitu Ali Bin Al-Madini.
Imam Bukhari menyusun kitab Jami’ As-Shahihnya berdasarkan bab fiqh. Pertama-tama beliau membagi dalam beberapa kitab dan dibawah kitab-kitab tersebut beliau meletakkan bab-bab yang berkaitan dengan kitab-kitab tersebut. Jumlahnya ada 97 kitab dan 3450 bab.
Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani, ulama’ yang mensyarahkan kitab shahih Bukhari menghitung secara rinci jumlah hadits dalam shahih Bukhari. Beliau mengemukakan bahwa:
a. Jumlah hadits dalam shahihnya tanpa pengulangan adalah 2602 hadits.
b. Jumlah seluruh hadits dengan pengulangan adalah 7397 hadits.
c. Jumlah hadits-hadits mutaba’ah 344 hadits.
d. Jumlah hadits keseluruhan dalam kitab shahih Bukhari adalah 9082 hadits.
Kitab shahih Bukhari sebagai kitab rujukan utama dalam hadits-hadits shahih mendapatkan perhatian yang sangat luar biasa dari para ulama’ sesudah masa beliau dengan memberikan syarah terhadap kitab beliau ini. Diantaranya adalah:
a. Syaikh Al-Allamah Muhammad Bin Yusuf Bin Ali Al-Kirmani w. 786 H. yang diberi judul Al-Kawakib Al-Durari Fi Syarh Shahih Bukhari.
b. Imam Al-Hafidz Abu Al-Fadhl Ahmad Bin Ali Bin Muhammad Bin Hajar Al-Atsqalani. W. 852 H. diberi judul Fath Al-Baari Bi Syarh Shahih Bukhari.
c. Imam Badruddin Mahmud Bin Ahmad Al-Aini Al-Hanafi, w. 885 H. dengan judul Umdatul Qari’ Fi Syarh Shahih Bukhari.
d. Imam Syaikh Syihabuddin Ahmad Bin Mauhammad Al-Khatib Al-Mishri Al-Syafi’i Al-Qastalani dengan judul Irsyadus Sari Ila Shahih Al-Bukhari.
B. Kitab Shahih Muslim
1. Biografi Imam Muslim.
Imam Muslim memiliki nama lengkap Imam Abu Al-Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Bin Musllim Al-Qusyairi Al-Nisabury. Beliau lahir pada tahun 206 H. beliau memiliki dua nasab yaitu al-Qusyairi (nama sebuah kabilah arab), dan al-Nisabury (kota besar di daerah Khurasan).
Naisabur merupakan daerah yang hidup dengan berbagai keilmuan. Beliau menuntut ilmu ketika beliau masih sangat muda. Bahkan diriwayatkan bahwa kali pertama beliau mendengar hadits pada usia 12 tahun dari syaikhnya yaitu Yahya Bin Yahya Al-Tamimi. Kemudian beliau mengembara ke Baghdad berkali-kali dan bertemu dengan para imam hadits dalam perjalanannya ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan sebagainya. Beliau sering mendatangi imam Bukhari keltika imam Bukhari sedang mengunjungi Khurasan. Beliau juga berguru kepada imam Ahmad dan Ishaq Bin Rohawaih.
Beliau merupakan seorang imam yang memiliki hafalan yang sangat cemerlang. Mengenai hal ini, Muhammad bin Basyar mengatakan: huffadz di dunia ini ada empat, abu Zur’ah di daerah Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah ad-Darimi di Samarkindi, dan Muhammad bin Ismail di Bukhara.
Setelah menjalankan hidup yang penuh berkah dengan ilmu, akhirnya imam Muslim wafat pada hari Ahad dan dimakamkan di daerah Naisabur pada hari Senin di bulan Rajab tahun 261 H. diantara karya-karya beliau adalah: Al-jami’ al-Shahih, Al-Musnad al-Kabir ala ar-Rijal, Kitab al-Asma wa al-Kuna, Kitab al-Ilal, dan lain sebagainya.
2. Kitab shahih Muslim
Merupakan salah satu dari dua kitab paling otoritatif setelah kitabullah. Kitab ini telah mendapatkan kesepakatan dari kaum Muslimin akan kesahihannya. Sebagaimana shahih Bukhari, shahih Muslim juga merupakan kitab yang ditulis dengan kehati-hatian yang tinggi, yang merupakan buah dari kehidupan penulisnya yang penuh keberkahan dalam menuntut ilmu. Imam Muslim menghabiskan waktu 15 tahun untuk menyelesaikan kitab shahihnya ini.
Imam Muslim tidak pernah mengatatakan secara nash bahwa syarat beliau dalam menshahihkan hadits adalah begini dan begitu. Akan tetapi para ulama yang mengistinbath hal itu dari kitab shahihnya dan melalui hadits-haditsnya. Diantaranya adalah:
a. Beliau tidak mencantumkan hadits melainkan yang diriwayatkan dari perawi yang adil dan dhabit.
b. Perawi juga harus dikenal dengan ketsiqahannya, kejujuran dan keamanahannya.
c. Perawi hadits juga harus seorang yang hafidz dan tidak pelupa.
d. Beliau hanya mencantumkan hadits-hadits yang mempunyai sanad marfu’ hingga rasulullah.
Namun, imam Muslim tidak memiliki syarat sebagaimana yang ditetapkan oleh imam Bukhari yaitu adanya pertemuan antara dua perawi, bagi imam Muslim hanya cukup semasa saja. Mengenai perbandingan antara shahih Bukhari dan Muslim, Para ulama’ hadits sepakat bahwa kitab shahih Bukhari merupakan kitab shahih yang paling shahih. Mengenai hal ini imam Daruquthni berkata: “sekiranya bukan karena imam Bukhari, tentu imam Muslim tidak akan muncul dan tidak akan datang.”
Mengenai metodologi penyusunan shahih Muslim, imam Muslim tidak menyusun kitabnya berdasarkan bab perbab. Akan tetapi beliau mengumpulkan hadits yang berkaitan dalam satu maudhu’ dan satu tempat. Adapun adanya pengklasifikasian hadits dalam bab perbab sebagaimana yang kita lihat sekarang adalah penambahan dari pensyarh shahih Muslim, terutama imam Nawawi. Adapun jumlah hadits dalam shahih Muslim adalah 12.000 hadits secara keseluruhan dan 4000 hadits tanpa pengulangan. Kitab shahih Muslim telah di syarh oleh beberapa ulama’ antara lain:
a. Imam Abu Abdillah Muhammad Bin Ali Al-Mazi w. 536 H. beliau menuliskan syarh dengan judul Al-Mua’allim Bifawa’id Kitab Muslim.
b. Imam Qadhi Iyadh Bin Musa Al-Maliki w. 554 H. dalam judul ikmal al-mu’allim fi syarh shahih Muslim.
c. Imam Abu Zakariya Muhyiddin Bin Syarf Al-Syafi’i Al-Nawawi w. 676 H. beliau menuliskan dengan judul Al-Minhaj Fi Syarh Shahih Muslim Bin Al-Hajjaj.

C. Keutamaan diantara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
Jumhur ulama’ telah sepakat mengutamakan kitab shahih Bukhori daripada kitab shahih Muslim dalam segi kesahihannya. Namun sebagian ulama’ ada yang berpendapat bahwa kitab shahih Muslim lebih utama daripada shahih Bukhori, seperti Abu Ali an-Naisaburi yang berkata: “tidak ada kitab yang lebih shahih dari sahahih Muslim di dunia ini”. Meskipun demikian beliau tidak secara eksplisit menjelaskan bahwa kitab shahih Muslim lebih shahih dari kitab shahih Bukhori. Senada dengan hal itu perkataan para ulama’ Maghrib (Maroko) yang mengutamakan shahih Muslim atas shohih Bukhori, hal ini didasarkan atas keteraturan penyusunan konteks, peletakan hadits dalam kitab, dan kesinambungan hadits. Meskipun demikian tidak ada satupun ulama’ dari Maghrib tersebut yang mendasarkan keistimewaan ini pada kualitas kesahihan hadits.
Beberapa sifat yang mendasari keutamaan shahih bukhari daripada shahih Muslim adalah:
1. Syarat-syarat hadits yang ditetapkan dalam Shahih Bukhori lebih sempurna, kuat, dan lebih selektif.
2. Dari segi kesinambungan sanad, Imam Bukhori mengharuskan pertemuan antara rawi meskipun hanya sekali, sedangkan imam Muslim mencukupkan semasa saja diantara para rawi.
3. Imam Bukhori tidak menerima hadits an’anah.
4. Dari segi keadilan dan kedhabitan, para rawi yang disebutkan dalam kitab Muslim lebih banyak dari yang disebutkan dalam kitab Bukhori, hal ini dikarenakan imam Bukhori tidak memperbanyak mengeluarkan hadits-haditsnya, tetapi kebanyakan haditsnya diperoleh dari guru-gurunya, hal ini berbeda dengan imam Muslim.
5. Dari segi tidak adanya hadits syadz dan illat, kritik terhadap hadits dalam dalam shahih Bukhori lebih sedikit daripada shahih Muslim, hal ini didasarkan atas kesepakatan para ulama’ bahwa imam Bukhori lebih unggul keilmuannya dan lebih mengetahui seluk beluk hadits. Imam Muslim adalah murid imam Bukhori yang selalu mengambil faidah darinya dan mengikuti jejak-jejaknya.
D. Kitab Sunan Abu Daud
1. Biografi Imam Abu Daud
Nama lengkap beliau adalah Imam Al-Hafidz Sulaiman Bin Al-Asy’as Bin Ishaq Al-Azadi Al-Sajastani. Beliau lahir pada tahun 202 H. Beliau menuntut ilmu ketika masih kecil, karena beliau terbiasa sejak kecil mencintai ilmu dan bergaul dengan para ulama. Belum lagi ketika beliau beranjak dewasa, beliau telah mengembara untuk mencari ilmu hadits. Setelah selesai mengembara di negerinya sendiri beliau pergi ke Hijaz, Syam, Mesir, Iraq, Jazirah, Khurasan dan sebagainya. Beliau menulis kitab as-Sunan yang kemudian beliau tunjukkan pada Imam Ahmad Bin Hambal. Imam Ahmad menyambut baik kitab tersebut kemudian beliau menetap di Basrah hingga akhir hayatnya.
Diantara guru-guru beliau adalah Imam Ahmad Bin Hambal, Imam Al-Qa’nabi, Muslim Bin Ibrahim, Abdullah Bin Raja’, Abu Walid At-Thayalisi dan sebagainya. Adapun yang pernah menjadi muridnya adalah Imam Al-Tirmidzi, Imam Nasa’i, Abu Awanah, Abu Sa’id Bin Al-A’rabi, Abu Bakar Bin Dasah dan sebagainya.
Abu Daud dikenal sebagai ulama yang mengamalkan ilmunya dalam kehidupannya, beliau juga merupakan seorang yang menjadi teladan dalam kelemah lembutan, ketawadhu’an, dan kemuliaannya. Mengenai hal ini sebagian ulama mengatakan: “Abu Daud mirip dengan Ahmad Bin Hambal dalam perilaku, tampilan dan ciri. Sedangkan imam Ahmad mirip dengan imam Waki’, imam Waki’ mirip dengan imam Sufyan Al-Tsauri. Sufyan Al-Tsauri mirip dengan imam Mansur. Imam Mansur Mirip dengan Ibrahim An-Nakha’i. Ibrahim An-Nakhai mirip dengan Alqamah. Alqamah mirip dengan Ibnu Mas’ud. Sedangkan Ibnu Mas’ud mirip dengan Rasululoh saw.”
Imam Abu Daud wafat pada bulan Syawal tahun 275 H. di Basrah. Diantara karya-karya beliau adalah: Sunan Abu Daud, Kitab al-Marasil, Kitab al-Qadar, Nasikh wal Mansukh, Fadha’il A’mal, Kitab Al-Zuhud, Dala’il Al-Nubuwwah, dan sebagainya.
2. Kitab Sunan Abu Daud
Para imam-imam sebelum atau semasa dengan beliau banyak yang menulis kitab-kitab berbentuk Jami’ (mencakup segala hal, tidak ada pada bab-bab fiqh) dan Musnad (kitab yang disusun berdasarkan perawinya). Namun Abu Daud secara khusus menulis kitab hanya mencakup sunan (sunnah-sunnah) dan hukum-hukum. Berbeda dengan imam Bukhari dan Muslim, Abu Daud menuliskan juga dalam kitabnya hadits-hadits hasan dan dha’if yang tidak disepakati ulama untuk ditinggalkan, dalam hal ini beliau mengemukakan: “aku kumpulkan dalam sunan ini hadits shahih dan yang seumpamanya atau mendekatinya. Aku tidak menyebutkan dalam hadits ini yang para ulama sepakat untuk meninggalkan hal tersebut. Jika ada satu hadits yang sangat dha’if maka aku jelaskan diantaranya yang sanadnya tidak shahih. Adapun hadits yang tidak aku komentari adalah shahih, sebagian lebih shahih dari yang lainnya.”
Mengenai metodologi penyusunannya, sunan Abu Daud hanya mencakup sunnah dan ahkam, tidak mencakup tafsir, kisah-kisah, adab, dan sebagainya. Secara penyusunan beliau menggunakan kitab dan bab yang membawahi hadits-hadits. Dalam sunan terdapat 35 kitab dan 1871 bab. Jumlah hadits pada sunan Abu Daud adalah 4800 hadits tanpa pengulangan dan 5274 hadits dengan pengulangan. Sunan Abu Daud cukup mendapatkan perhatian di kalangan para ulama dengan adanya syarh kitab beliau, diantaranya:
a. Syekh Imam Abu Sulaiman Ahmad Bin Ibrahim Bin Khatab Al-Busti Al-Khattabi w. 388 H. dengan judul Mu’alimus Sunan.
b. Syaikh Muhammad Asyraf Bin Ali Haidar Assidiqi Al-Adzim Abadi. Dengan judul Aunul Ma’bud Ala Sunan Abu Daud.
E. Kitab Jami’ at-Tirmidzi
1. Biografi imam at-Tirmidzi
Beliau bernama Al-Imam Al-Hafidz Abu Isa Muhammad Bin Isa Bin Surah Bin Musa Bin Dhahak Attirmidzi. Tirmidzi merupakan nisbah pada daerah Tirmidz dekat sungai Jaihun. Beliau lahir pada tahun 209, namun ada juga yang mengatakan 210 H.
Beliau tumbuh dan berkembang di Tirmidz. Di tempat kelahirannya ini pulalah beliau memulai menuntut ilmu, sebelum memulai pengembaraannya ke berbagai tempat lainnya. Beliau mengembara hingga ke berbagai daerah seperti Hijaz, Iraq, Khurasan, dan sebagainya. Meskipun beliau dikatakan agak terlambat dalam menuntut ilmu, namun beliau dikaruniai kekuatan hafalan dan otak yang cemerlang.
Diantara guru-guru beliau adalah imam Bukhari, imam Muslim, Abu Daud, Qutaibah Bin Said, Ishaq Bin Musa, Mahmud Bin Ghailan, dan sebagainya. Adapun diantara murid-muridnya adalah, Makhul Bin Al Fadhl, Muhammad Bin Mahmud Anbar, Hammad Bin Syakir, Ahmad Bin Yusuf An-Nasafi, dan sebagainya.
Beliau wafat di Tirmidz pada senin malam, tanggal 13 rajab 279 H. setelah sebelumnya sempat buta selama dua tahun. Karya-karya beliau antara lain: Kitab Al-Jami’, Kitab Al-I’lal, Kitab Al-Tarikh, Kitab Al-Syama’il Al-Nabawiyah, Kitab Al-Zuhud, Kitab Al Asma’ Wal Kuna, Kitab Asma’us Shahabah, dan lain sebagainya.
2. Kitab Jami’ At-Tirmidzi
selain dikenal dengan sebutan Jami’ At-Tirmidzi, Kitab ini juga dikenal dengan sebutan Sunan Tirmidzi. Namun yang lebih popular adalah sebutan yang pertama. Bahkan ada juga yang menyebutnya dengan Shahih Tirmidzi, sebutan ini dinilai para pakar hadits sebagai tasahul (terlalu memudah-mudahkan) karena dalam kitab ini imam Tirmidzi tidak mengkhususkan hadits hadits shahih saja, beliau menulis juga dalam kitabnya hadits hasan dan dha’if.
Imam tirmidzi berkomitmen untuk tidak memasukkan hadits dalam kitabnya ini melainkan hadits yang yang diamalkan oleh ahli fiqh atau hadits yang memiliki hujjah. Namun hal ini masih sangat umum dalam memberikan kriteria hadits. Karena tedapat hadits yang hasan dan dho’if dalam kategori yang beliau tetapkan tersebut. Jika terdapat hadits yang munkar, maka beliau menjelaskan kemungkaran atau keillatannya. Dan hadits-hadits dho’if tersebut sebagian besar terdapat dalam kitab fadha’il. Belliau juga menjelaskan hampir setiap derajat hadits yang beliau cantumkan dalam kitabnya ini. Diriwayatkan bahwa beliau baru selesai menulis kitab Jami’ ini pada tahun 270 H.
Penyusunan kitab jami’ ini beliau lakukan dengan menggunakan kitab-kitab dan bab-bab. Dibawah kitab beliau meletakkan bab, dan dibawah bab beliau mencantumkan hadits-hadits yang terkait. Dalam bab-babnya, Imam Tirmidzi tidak hanya terbatas pada bab-bab ahkam saja, namun juga mencakup tentang bab-bab lain seperti fadha’il, zuhud dan lain sebagainya.
Ketika Imam Tirmidzi telah selesai menyusun kitabnya, beliau menunjukkan kepada ulama-ulama dan mereka ridha terhadap kitab Jami’ tersebut:
قال الترمذي: صنفت هذا الكتاب, فعرضت على علماء الحجاز والعراق وحرسان فرضوا به, ومن كان في بيته, فكأنما في بيته النبي يتكلم.
Jumlah hadits dalam kitab ini adalah 3906 hadits, kitab ini telah mendapatkan perhatian dari banyak ulama’ hadits setelah masa beliau. Hal ini terbuktu dengan adanya syarh yang mensyarahi kitab beliau ini. Diantaranya adalah:
a. Imam Al-Hafidz Abu Bakar Muhammad Bin Abdillah Al-Asybili (dikenal dengan Ibnu Arabi Al-Maliki) w. 543 H. dengan judul ‘Aridhatul Ahwadzi Fi Syarh Sunan Al-Tirmidzi.
b. Imam Jalaluddin As-Suyuthi w. 911 H. dengan judul Quutul Mughtadi Ala Jami’ Tirmidzi.
c. Syaikh Mubarakfuri (Al-Imam Al-Hafidz Abul Ula Muhammad Abdurrahman Bin Abdurrahim) dengan judul Tuhfatul Awadzi Bi Syarhi Jami’ Tirmidzi.
F. Sunan An-Nasa’i
1. Biografi Imam An-Nasa’i
Nama lengkap beliau adalah Imam Al-Hafidz Syaikh Abu Abdurrahman Bin Ali Bin Syuaib Bin Ali Bin Sinan Bin Bahr Al-Khurasani Al-Qadhi Al-Nasa’i. beliau lahir di daerah Nasa’, Khurasan, tahun 215 H.
Beliau menuntut ilmu sejak masih kanak-kanak di Nasa’. Kecintaannya terhadap ilmu telah terlihat sejak kecil, pada usia kanak-kanak inilah beliau menyelesaikan hafalan al-Qur’an dan mendapatkan dasar-dasar keilmuan dari para syaikh di daerahnya. Pada usia 15 tahun beliau memulai pengembarannya dalam menuntut ilmu. Tujuan beliau adalah Hijaz, Iraq, Syam, Mesir, dan sebagainya. Hingga beliau mahir dalam Ulumul Hadits dan Ulumul Isnad. Imam Nasa’i dikenal sebagai ulama yang banyak beribadah baik siang maupun malam, berpegang teguh pada sunnah, wara’ dan muru’ah.
Beliau memiliki banyak sekali guru, diantaranya adalah Ishaq Bin Rohawaih, Hisyam Bin Ammar, Suwaid Bin Nashr, Isa Bin Hammad Zaghbah, Ishaq Bin Syathin, dan lain sebagainya. Sedangkan murid-murid beliau antara lain, Abu Bisyr Ad Daulabi, Abu Ja’far At-Tahawi, Abu Ali An-Nisaburi, Hamzah Bin Muhammad Al-Kinnani, Al-Hasan Bin Al-Khadr, Al-Asyuti, dan sebagainya.
Sebagaimana para imam yang lain, Imam Nasa’i juga mendapatkan cobaan yang cukup berat. Cobaan ini adalah tuduhan bahwa beliau adalah tasyayu’ (cenderung ke syi’ah). Ketika beliau memasuki negeri syam, beliau mendapatkan penduduk syam memandang buruk sahabat Ali Bin Abi Thalib dan memuji Muawiyah. Dari sinilah beliau memiliki fikiran untuk menulis sebuah kitab mengenai keutamaan Ali Bin Abi Thalib dengan tujuan untuk meluruskan pandangan negative mereka terhadap Ali. Beliau menulis Kitab Al-Khasaish, yang juga di barengi dengan keutamaan sahabat yang lain agar tidak di cap tasyayu’.
Dikarenakan cobaan begitu berat yang menimpa beliau, akhirnya beliau jatuh sakit dan wafat. Beliau wafat pada tahun 303 H. beliau meninggalkan karya-karya yang begitu berharga bagi khazanah keilmuan Islam, antara lain: Sunan Al-Sughro (Al-Mujtaba), Sunan Al-Kubro, Al-Kuna, Khasaish ‘Ali, Amalul Yaum Wa Lailah, Addhuafa’ Wal Matrukin, Tasmiyatu Fuqaha’ Amshar, Almanasik, dan sebagainya.
2. Kitab Sunan An-Nasa’i
Pertama-tama beliau menulis kitab Sunan Al-Kubra yang beliau hadiahkan kepada amir kota Ramalah (Palestina). Amir bertanya, apakah semua hadits dalam sunan ini shahih? Imam Nasa’i menjawab: ada yang shahih, ada yang hasan, dan ada yang mendekati keduanya. Amir berkata lagi: dapatkah anada memisahkan untukku hadits-hadits yang shahih saja?. Kemudian beliau menulis kitab Sunan Al-Sughro atau Al-Mujtaba yang merupakan Sunan Nasa’i yang masyhur dan dikenal oleh kaum Muslimin saat ini.
Imam Nasa’i dikenal sebagai imam yang sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadits. Beliau sangat teliti dalam meriwayatkannya, hingga ulama’ mengatakan:
إن درجة السنن الصغرى بعد الصحيحين: لأنه أقل السنن بعدهما ضعيفا.
Meskipun demikian dalam kitab Sunan Nasa’i ini tidak di khususkan pada hadits-hadits shahih saja, namun masih terdapat hadits hasan dan dha’if walaupun jumlahnya sangat sedikit sekali.
Metodologi penyusunan yang digunakan oleh Imam Nasa’i tidak jauh beda dengan imam-imam yang lain, yakni menyusunnya berdasarkan bab perbab dibawah kitab. Dibawah bab baru beliau mencantumkan hadits-hadits riwayat beliau yang berkaitan dengan bab tersebut. Jumlah hadits dalam sunan nasai adalah 5761 hadits. Sunan Nasa’i mendapatkan perhatian yang besar dari para ulama’, hal ini terbukti dengan adanya beberapa syarh atas kitab ini. Antara lain:
a. Imam Jalaludin As-Suyuthi dengan judul Zahrur Raby Alal Mujtaba.
b. Abi Hasan Muhammad Bin Abdul Hadi Al-Hanafi Assindi (Hasiyah As-Sindi Ala Sunan Nasa’i)
G. Kitab Sunan Ibnu Majah
1. Biografi Ibnu Majah
Nama lengkap beliau adalah Imam Abu Abdullah Bin Yazid Bin Majah Arraba’i Al-Qazwini. Beliau dilahirkan pada tahun 209 H. beliau tumbuh di Qazwin sebagai seorang yang mencintai ilmu dan menyukai hadits. Selain belajar di tempatnya sendiri, beliau juga mengembara ke Iraq, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Bashrah, dan sebagainya untuk menuntut ilmu.
Diantara guru beliau adalah, Abu Bakar Bin Syaibah, Muhammad Bin Abdullah Bin Numair, Hisyam Bin Ammar, Muhammad Bin Ramh, Ahmad Bin Al-Azhar, Bisyir Bin Adam, dan sebagainya. Sedangkan Murid Beliau Adalah Muhammad Bin Isa Al-Abhari, Abu Thayib Ahmad Bin Ruh Al-Baghdadi, Abul Hasan Ali Bin Ibrahim Al-Qatthan, dan sebagainya.
Imam Ibnu Majah meninggal dunia pada hari Senin 23 Ramadhan 273 H. dan meninggalkan beberapa karya besar, diantaranya: Kitab Sunan (Sunan Ibnu Majah), Tafsir Al-Quran Al-Karim, Kitab Al-Tarikh, dan sebagainya.
2. Kitab Sunan Ibnu Majah
Pada zaman Ibnu Majah merupakan zaman kebangkitan ulama dalam menulis kitab-kitab sunnah. Di berbagai tempat di penjuru kekhalifahan terdapat para ulama hadits yang menulis kitab haditsnya. Namun bersamaan dengan hal tersebut, daerah tempat beliau dibesarkan yaitu Qazwin termasuk dalam daerah yang lemah dalam memproduksi kitab-kitab hadits. Namun ternyata Allah memberikan kecermelangan terhadap Ibnu Majah sehingga beliau menjadi ulama hadits besar yang memiliki banyak karya.
Dalam menyusun kitab sunannya tersebut, Ibnu Majah tidak secara jelas menyatakan syarat-syarat beliau dalam memasukkan sebuah hadits dalam kitabnya. Namun para ulama mengambil kesimpulan dari kitab yang beliau tulis dan menghasilkan beberapa syarat:
a. Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam, ditambah dengan kitab zuhud dan tafsir.
b. Beliau terlihat berupaya keras untuk tidak mencantumkan hadits mursal yang tidak menyebutkan nama sahabat Rasulullah saw. Meskipun ternyata hadits seperti ini juga terdapat dalam kitab beliau tetapi hanya sedikit.
c. Beliau juga tidak secara khusus mansyaratkan keshahihan dlam kitabnya ini, sehingga dalam sunannya ini terdapat hadits hasan, dha’if dan munkar bahkan maudhu’. Namun para ulama’ menyebutkan bahwa sebagian besar hadits dalam sunannya adalah shahih dan hasan.
d. Beliau juga tidak menjelaskan hadits-hadits yang dha’if, munkar atau maudhu’.
Kitab sunan Ibnu Majah ini memiliki keistimewaan mudah dalam pemaparannya, sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi kaum Muslimin. Beliau menyusunnya berdasarkan bab fiqh. Sebagaimana kitab sunan yang lain, sunan Ibnu Majah disusun berdasarkan kitab perkitab, bab, dan hadits. Adapun jumlah hadits yang terdapat dalam sunan Ibnu Majah adalah sekitar 4000-an hadits.
Sebagaimana kita hadits yang lain, Sunan Ibnu Majah juga mendapatkan perhatian yang besar dari para ulama’ setelah beliau. Beberapa ulama’ yang mensyarahi sunan Ibnu Majah:
a. Hafidz Jalaludin As-Suyuthi dengan judul Misbahus Zujaj Ala Sunan Ibnu Majah.
b. Syaikh Sindi dengan syarah ringkas dan padat (Hasiyah As Sindi Ala Sunan Ibnu Majah).
H. Jenis-jenis Kitab Hadits
1. Kitab Jami’ atau Jawami’
Penulisan kitab Jami` bermaksud menghimpun Hadits-hadits berkenaan dengan bidang aqidah, ahkam, riqaq, adab, tafsir, tarikh dan sirah, fitan dan manaqib. Kitab Hadits Sahih Bukhari merupakan salah satu kitab yang digelar kitab Jami’ (atau Jawami’). Untuk disebut sebuah kitab Hadits sebagai Jami’ sebuah kitab hendaklah mengandungi sekurang-kurangnya delapan bidang tersebut.
Antara kitab-kitab Hadits yang termasuk dalam kategori ini ialah Sahih al-Bukhari Jami’ al-Tirmizi, Sahih Muslim, Misykat al-Masabih, Jami` Suyfan al-Thauri, Jami` Abdul Razzaq bin Hammam al-San`ani, Jami’ al-Darimi, dan lain-lain.
2. al-Sunan dan al-Ahkam
Kitab Hadits yang disusun mengikuti tertib fiqh yang dimulai dengan bab Taharah, Shalat dan seterusnya. Walau bagaimanapun di dalam kitab sunan sendiri tidak hanya memuat tentang hukum-hukum normative, tetapi ada juga perkara-perkara lain yang dibahas.
Contoh kitab-kitab yang termasuk dalam kategori ini ialah: Sunan al-Nasai’e, Jami` al-Tarmizi, Sunan Ibn Majah, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Daruqutni, Sunan Abi Ali bin al-Sakan dan lain-lain.
3. Masanid dan Musnad
Kitab Hadits yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan Hadits. Biasanya dimulai dengan nama shabat yang pertama kali masuk Islam atau menyesuaikan dengan urutan abjad. Imam Ahmad yang menulis musnad telah mendahulukan Hadits-hadits Abu Bakar daripada Hadits-hadits sahabat yang lain.
Di antara cara penyusunan musnad adalah:
a. Memuat Hadits-hadits tentang 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga, atau tentang khalifah yang empat.
b. Mengurutkan siapa yang lebih dahulu memeluk Islam.
c. Dengan melihat siapakah ahli Badar/Hudaibiah dahulu.
d. Dengan melihat siapakah yang memeluk Islam terlebih dahulu ketika Pembukaan Makkah.
e. Dengan mengutamakan laki-laki terlebih dahulu. Tetapi dari kalangan wanita pula isteri-isteri nabi lebih diutamakan.
f. Atau dengan melihat jenis qabilah (qabilah bani Hasyim didahulukan).
Di dalam musnad jumlah Hadits tidak dibatasi jumlahnya. Ia cuma mengumpulkan sebanyak mungkin Hadits-hadits yang menerangkan tentang sesuatu perkara. Namun begitu musnad yang paling sahih adalah Musnad Ahmad kerana beliau telah menyaring Hadits-haditsnya. Kebanyakan ulama salaf menulis Hadits-hadits dalam bentuk musnad.
4. Ma’ajim dan mu’jam
Mu’jam disusun mengikut tertib huruf ejaan, atau mengikut susunan nama guru-guru mereka. Nama guru-guru mereka juga disusun mengikut ejaan nama atau laqob mereka. Mu’jam juga hanya mengumpulkan Hadits-hadits nabi s.a.w tanpa melihat kualitas Hadits-haditsnya. Contoh kitab-kitab mu’jam ialah Mu’jam Tabrani, Mu’jam kabir, Mu’jam as-Sayuti, dan Mu’jam as-Saghrir, Mu’jam Abi Bakr, ibn Mubarak, dan sebagainya.
5. Masyikhat
Di dalam penulisan masyikhat, Hadits-hadits dikumpul dari seorang syeikh yang mengumpulkan sendiri Hadits tersebut atau orang lain yang mengumpulkannya. Contohnya, Masyikhat Ibn al-Bukhari, yang dibuat tambahan oleh Hafiz al-Mizzi, Masyikhah Ibn Syadam al-Kubra dan al-Sughra, dan dibuat tambahan oleh al-`Iraqi. Ali bin Anjab al-Baghdadi mempunyai 20 jilid kitab masyikhat. Antara kitab Masyikhat yang disebutkan juga ma’ajim seperti Mu’jam al-Sayuti, Abu Bakar Ibn Mubarak. Kitab yang ada sanad pula seperti Musnad al-Firdaus oleh al-Dailami.
6. Ajza’/ Rasail
Hadits-hadits yang dikumpulkan berdasarkan suatu perkara tertentu atau tema tertentu seperti Raf’al-Yadaian oleh al-Bukhari. Dalam kitab ini beliau mengemukakan Hadits-hadits tentang mengangkat tangan tanpa membahaskan kedudukan Hadits-hadits tersebut apakah ada yang mansukh, syaz, atau mujmal dan sebagainya. Contoh-contoh lain seperti Juz al-Niyyah oleh Ibn Abi al-Dunya, Juz al-Qira’ah Khalf al-Imam oleh al-Baihaqi, dan lain sebagainya.
7. Arbainat
Kitab-kitab Hadits yang mengumpulkan Hadits sebanyak 40 buah Hadits. Usaha ini dilakukan berdasarkan Hadits riwayat dari Abu al-Darda’ yang disebut oleh al-Baihaqi: “barang siapa yang hafal bagi ummatku 40 Hadits yang berhubungan dengan urusan agamanya, kelak Allah akan membangkitkannya sebagai seorang faqih dan aku (Muhammad) pada hari kiamat nanti akan syafaat kepadanya”. Imam Ahmad berkata, Hadits ni masyhur tetapi tidak sabit.
Abdullah bin Mubarak adalah orang pertama yang menulis kitab arbainat ini.
Ibn Hajar pula telah menulis 2 kitab Arbain. Kitab Arba`inat yang paling mashyur ialah karangan al-Nawawi. Antara syarahnya pula ialah Syarah Ibn Rajab, Syarah Mulla Ali al-Qari dan lain-lain.
8. Afrad dan Ghara’ib
Penulisan tentang Hadits-hadits yang hanya terdapat pada seorang syaikh tetapi tidak ada pada syaikh yang lain. Tegasnya Hadits-hadits yang mempunyai seorang perawi saja. Fard nisbi atau fard mutlak (seorang sahaja yang meriwayatkannya dari sahabat).
9. Mustadrak
Kitab Hadits yang mengumpulkan Hadits-hadits yang tidak disebutkan oleh seseorang pengarang sebelumnya secara sengaja atau tidak. Contohnya kitab Mustadarak al-Hakim setebal 4 jilid di mana Hadits-hadits tersebut dikumpul menepati syarat-syarat yang digunakan oleh Bukhari dan Muslim.
Kitab ini tidak boleh dibaca begitu saja, tetapi mesti bersama dengan takhrijnya oleh al-Zahabi. Diantara contoh kitab-kitab mustadrak yang lain adalah seperti Mustadrak Hafiz Ahmad al-Maliki. Tujuan penyusunan kitab Mustadarak ialah: Supaya kita tidak menganggap Hadits sahih hanyalah apa yang terkandung di dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim saja.
10. Mustakhraj
Mengumpulkan Hadits-hadits yang sama dalam satu kitab tetapi sanadnya berlainan di mana sanadnya bertemu dengan syeikh kitab asalnya (gurunya) seperti Hadits tentang niat. Contoh kitab Mustakhraj ialah Mustakhraj Abu ‘Awanah `Ala Sahih Muslim.
Ada juga yang hanya membawa Hadits-hadits tersebut tetapi tidak membawa sanadnya. Beliau cuma menyebut kitab-kitab yang menyebut tentang perawinya. Tujuannya adalah: Supaya Hadits-hadits tersebut akan lebih meyakinkan dengan banyaknya para perawi yang meriwayatkan Hadits tersebut.
11. `Ilal
Adalah kitab yang menyebut tentang kecacatan pada sebuah periwayatan Hadits, baik dari segi matannya atau sanadnya. Contohnya kitab al`Ilal karangan Ibn al-Jawzi dan Muhammad Abu Hatim al-Razi yang mengikuti susunan bab-bab fiqh.
12. Atraf
Adalah Kitab yang menyebut sebagian dari Hadits dari sisi permulaannya saja, di tengah-tengahnya, atau diakhir saja. Hal ini banyak dilakukan terutama oleh Bukhari untuk mengeluarkan sesuatu hukum dari sebuah Hadits. Ada juga Atraf Sunan Abi Daud, Jami’ al-Tirmizi dan Sunan al-Nasa’i dan sebagainya.


BAB III
SIMPULAN
Setelah mengetahui biografi penulis dan beberapa hal tentang kutubus sittah, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kutubus sittah adalah kitab hadits yang di anggap mu’tabar dan merupakan kitab hadits induk yang ditulis oleh imam-imam hadits yang mempunyai riwayat langsung dari Rasulullah saw.
2. Kutubus sittah terdiri dari Kitab shahih al-Bukhari, Kitab shahih Muslim, Kitab sunan Abu Daud, Kitab Jami’ at-Tirmidzi, Kitab sunan an-Nasa’I, Kitab sunan Ibnu Majah.
3. Para penulis kitab-kitab hadits tersebut berasal dari beberapa daerah yang berbeda dan dari zaman yang berbeda meskipun sebagian dari mereka adalah guru/murid dari sebagian yang lain.
4. Metodologi penulisan kitab para imam ini berbeda-beda meskipun kebanyakan terdiri dari kitab-kitab dan dibawahnya ada bab-bab dibawahnya lagi ada hadits yang berkaitan dengan bab-bab tersebut.
5. Syarat yang ditetapkan oleh para imam tersebut berbeda-beda. Namun, jumhur ulama’ sepakat dan menganggap kitab shahih bukhari sebagai kitab yang paling otoritatif diantara yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abd Al-Muhsin Bin Hammad, Al-Imam Al-Bukhari Wa Kitabuhu Al-Jami’ Al-Shahih, Al-Jami’ah Al-Islamiyah (Madinah: 1390 H)
Abd Al-Muhsin Bin Hammad, Al-Imam Muslim Wa Shahihuhu, Al-Jami’ah Al-Islamiyah (Madinah: 1390 H)
Ad-Dzahabi, Tadzkiratul Huffadz, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah (Beirut: 1998)
Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala, Daarul Hadits (Kairo: 2006)
Al-Khataby, Mu’aalimu As-Sunan, ‘Ilmiyyah (Halb: 1932)
An-Nawawi, Tahdzibu Al-Asma’ Wa Al-Lughah, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah (Beirut: tth)
As-Suyuthi, Qutul Mughtadi Ala Jami’ Tirmidzi, Ummul Qura (Makkah: 1424 H)
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1995
Ibn Hajar Al-Atsqalani, Hadyu as-Saari Muqaddimah Fathul Baari, Daarul Ma’rifah (Beirut: 1379 H)
Ibn Hajar Al-Atsqalani, Nazhatu An-Nadhrah Fi Tawdihi Nakhbati Al-Fikr Fi Mustholah Ahl Al-Atsar, Safir (Riyadh 1422 H)
Ibnu ‘Asakir, Tarikh Damaskus, Darul Fikr (Beirut: 1995)
Rikza Maulan, Mengenal Kitab-Kitab Hadits Dan Cara Mentakhrij Hadits, Makalah, Tidak Diterbitkan.
Sa’di Bin Mahdi Al Hasyimi, Dirosah Haula Qauli Abi Zar’ah Fi Sunan Ibnu Majah, Jami’ah Islamiyah (Madinah: tth) hlm. 23.

Author: MOHD ZACK

Assalamu'alaikum, Saya Penulis di blog ini, silakan Share jika tulisan ini bermanfaat. Terima Kasih atas kunjungan anda. Kritik dan saran silakan di poting di kolom komentar.

0 komentar:

E-mail Newsletter

Kirim alamat E-mail anda untuk mengikuti pembaruan dari kami.

Recent Articles

© 2015 Waajibaty | Distributed By Zacky | Created By Zacky
TOP