Tuesday, November 21, 2017

جوهرية منهج 2013

المنهج هي مجموعة من المعلومات والحقائق والمفاهيم والمبادئ والقيم والنظريات التي تقدم إلى المتعلمين في مرحلة تعليمية بعينها وتحت إشراف المدرسة الرسمية وإدارتها.[1] و وفقا على القانون رقم 20 في السنة 2003 من النظام التعليمية الوطني، المنهج هو مجموعة الخطة و مجمعوعة حول الغرض، المحطويات، و المواد التعليمية و الطريقة التي استعمل بالأساس التنفيذ الأنشطة التعلم لتحقيق الغرض التعليمية المحددة.
تطبيق المدخل العلمي في الدراسة يطلب تغييرات الخلفية بشكل خاص نستطيع تفريقها بالدراسة التقليدية. لهذا المنهج 2013 جوهرية خاصة التي لا تدرك في المناهج السابقة لدى الحكومة إندونيسيا. ويعرف هذه التغييرات بالرمز 4-2-5-2. وأما تفصيل هذا الرمز كما يلي[2]:
1-             (4) أربع التغييرات في معيار المنهج وهي: معيار كفاءة المتخرجين(SKL) ومعيار المحتوى(SI) و معيار العملية ومعيار التقويم
2-             (2) يستعمل مدخلتان وهما: المدخل العلمي ومدخل التقويم الحقيقي
3-             (5) خمسة خطوات التعليمية العلمية وهي: الملاحظة والأسئلة والاكتشاف أو التفكير والتجريب أو الربط والاتصال أو الاستدلال
4-             (2) التطبيق على موقفين وهما: موقف الروحي وموقف الاجتماعي
 ومن هذه الجوهرية سنذكرها أهم البنود في المنهج 2013 وهي المدخل العلمي والتقويم الحقيقي والتطبيق على موقفين.

Keistimewaan Kurikulum 2013
Download PDF
Download PPT


[1] محمد محمود الخوالدة, أساس بناء المنهج التربوية وتصميم الكتاب التعليمي (عمان: دار المسيرة, 2011), ص. 18.
[2] مترجم من:
M. Mifathus Sirojudin, Implementasi Kurikulum 2013 (PPT), Disajikan pada Workshop Kurikulum 2013 Kankemenag Kab. Mojokerto pada 19 Juni 2015.

Monday, November 20, 2017

النظرية السلوكية في علم التربية وعلم الدلالة

اللغة هي أداة الاتصال المهمة لتوسيع المعاملة والمعارف والفهم في أنواع العلوم، وهي مجموعة عن الرموز الصوتية التي يحكمها نظام معين، والتي يتعارف أفراد ذو ثقافة معينة على دلالاتها من أجل تحقيق الاتصال بين بعضهم ببعض.[1]
 إن عالمية الدعوة الإسلامية وإنسانيتها تجعل من الضروري الاهتمام بتعليم و تعلم اللغة العربية للناطقين بها و الناطقين بغيرها من العرب و المسلمين. فهي بالإضافة إلى أنها اللغة الأم لم يربو على مائة وستين مليونا من المسلمين العرب، فإنها اللغة المقدسة لما يربو على ألف مليون مسلم في جميع أنحاء الأرض. حيث إنها لغة القرآن الكريم. وتلاوة القرآن وتدبر آياته أمر ضروري لكل مسلم. والعربية_ بطبيعة الحال_ هي أقدر اللغات التي تعين المفكر و المتدبر على فهم آيات الله. وعلى ذلك فإن تعلم اللغة العربية ليس مهما للناطقين بها فقط، بل مهم أيضا للمسلمين الناطقين بغيرها.[2]
الدلالة هي كون الشيء بحالة، يلزم من العلم به، العلم بشيء آخر، والشيء الأول هو الدال، والثاني المدلول" وهذا معنى عام لكل رمز إذا عُلم، كان دالا على شيء آخر ثم ينتقل بالدلالة من هذا المعنى العام، إلى معنى خاص بالألفاظ باعتبارها من الرموز الدالة . وترتبط دلالة لفظ "الدلالة" في الاصطلاح بدلالته في اللغة، حيث انتقلت اللفظة من معنى الدلالة على الطريق، وهو معنى حسى، إلى معنى الدلالة على معانى الألفاظ، وهو معنى عقلي مجرد.
لأهمية علم الدلالة ونظريات تحليلها لتعليم اللغة العربية، لابد لطلاب اللغة العربية أن يعرفوا كثيرا على أنواع 
نظرية تحليل الدلالي. من هنا أراد الباحث أن يبحث عن النظرية السلوكية في علم التربية وعلم الدلالة.

Teori Behaviorisme Dalam Pendidikan dan Ilmu Semantik
Download PDF


1.رشدى أحمد طعيمة، مناهج تدريس اللغة العربية بالتعليم الأساسي. القاهرة: در الفكر العربي.  1998مـ.ص:2
[2] علي أحمد مذكور، تدريس فنون اللغة العربية. القاهرة: دار الشواف.1991مـ.ص:45-46


Monday, March 13, 2017

Asal-Usul Manusia Menurut Bibel Al-Qur’an Sains (Book Review)


A.    Identitas Buku
Judul Buku      : Asal-Usul Manusia Menurut Bibel Al-Qur’an Sains
Judul Asli          : What is the Origin of Man? The Answer of Sains and The Holy Scriptures
Penulis             : Dr. Maurice Bucaille
Penerjemah      : Rahmani Astuti
Tebal               : 267 Halaman
Cetakan Ke     : XII, Rajab 1419/November 1998
Penerbit           : Penerbit Mizan
B.     Problem Akademik Penulis
Pembahasan mengenai asal-usul manusia telah menjadi perdebatan sejak beribu-ribu tahun yang lalu dan telah difikirkan oleh manusia itu sendiri. Gagasan-gagasan pemikiran itu banyak bersumber dari teks-teks keagamaan yang kemudian memberikan kontribusi pengetahuan yang kemudian digunakan menusia untuk mengeksplorasi pemikiran mengenai asal-usul manusia.
Alam yang menyediakan berbagai data dan informasi yang kompleks mendorong manusia untuk menggalli data tersebut yang kemudian menghasilkan berbagai hipotesis mengenai asal-usul manusia. Darwin misalnya, dengan teori evolusinya yang dipercayai manusia hingga zaman ini, menjelaskan hipotesisnya mengenai asal usul manusia. Dengan keterbatasan sains pada saat Darwin mengemukakan teori ini, pada kenyataannya asal-usul dan evolusi manusia bersifat sangat pelik. Hal ini meliputi berbagai disiplin ilmu. Sehingga bisa dipertanyakan apakah satu orang saja bisa menciptakan suatu pertentangan terinci diantara sekumpulan besar data hipotesis dan penilaian-penilaian yang telah terbentuk. Dalam keadaan-keadaan seperti ini, semua orang pasti akan bersifat skeptic jika diberitahu, bahwa suatu data tertentu yang disimpulkan dari sebuah studi yang terbatas pada satu bidang saja bisa memberi kita jawaban-jawaban pasti terhadap masalah ini. Jelas jika semangat untuk mencetuskan suatu gagasan yang sering timbul hanya dari dugaan belaka atau kesimpulan-kesimpulan merusak, akan menghambat pengetahuan menyeluruh tentang masalah-masalah ini.
Penulis dalam hal ini merasa bahwa perlu adanya dukungan-dukungan data dari kitab-kitab suci monotheistic dalam kajian mengenai asal-usul manusia. Hal ini berkaitan dengan pandangan beberapa orang yang yang menganggap bahwa pengetahuan ilmiah dan kepercayaan-kepercayaan keagamaan tidak dapat dipadukan karena semangat dari kedua hal tersebut sangat berbeda. Bagi golongan tersebut, hal-hal yang bersifat supranatural akan tampak sebagai suatu anakronisme (penempatan kejadian pada waktu yang salah). Pemisahan tersebut menurut penulis dapat memberikan dasar perbincangan bahwa kedua hal tersebut (Teks keagamaan dan sains) tampak berkaitan pada situasi ini.
Rendahnya pemahaman mengenai teks-teks keagamaan juga berpengaruh sebagai alasan beberapa orang yang tidak sependapat dengan mengungkapkan kejadian ilmiah menggunakan teks-teks keagamaan. Diantara para pengikut monotheistic hanya tahu sedikit tentang agama lain, dan bahkan juga mengetahui sedikit mengenai kitab-kitab suci mereka sendiri. Secara kronologis, Yudaisme yang diikuti oleh Nasrani dan Islam merupakan kepercayaan agama lebih dari sepertiga jumlah umat manusia. Para ilmuan tidak bisa meremehkan agama-agaman ini, bahkan wajib untuk memahami bagaimana masing-masing diantara mereka memandang asal-usul manusia. Yang lebih menarik adalah penelitian tentang pendekatan suatu agama jika jika dilihat dalam kerangka apa yang diketahui pada masa kini mengenai asal-usul kitab suci tersebut dalam hubungannya dengan masing-masing agama. Penelitian ini akan menimbulkan gagasan-gagasan baru yang dari gagasan itu bisa ditarik pelajaran-pelajaran yang tak terbayang oleh benyak orang pada saat ini.
Informasi yang diberikan mengenai penulis-penulis bible telah mengubah pendapat-pendapat yang sekarang sudah using sekaligus menolong manusia untuk memperbedakan factor manusiawi dalam teks itu. Salah satu diantaranya menurut penulis telah dihapus pada masa dahulu. Teks yang terdapat dalam bible menjelaskan apa yang terdapat dalam benak orang-orang yang hidup pada abad-abad kesembilan dan kesepuluh sebelum masehi, dan inilah versi Yahwis mengenai penciptaan. Teks yang bersumber dari pendeta-pendeta pada abad keenam sebelum Masehi. Muncul dalam bagian pertama Genesis yang menampilkan tradisi-tradisi pada masa tersebut.
Penulis (Dr. Bucaille) beranggapan bahwa masalah-masalah penciptaan itu hendaknya didekati dari sudut pandang tiga agama monotheistik, dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: bagaimana bisa orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam menerima dengan baik ajaran khas ketiga agama itu maupun data pengetahuan sekuler  yang menyangkut asal usul manusia?; dapatkah seseorang yang beriman kepada tuhan menemukan kesesuaian mengenai gagasan-gagasan agamanya dan penemuan-penemuan ilmiah dalam bidang ini? Hanya da satu jalan untuk mendekati subyek itu. Kita harus mengetengahkan suatu penjelasan yang seakurat mungkin atas data pasti pengetahuan ilmiah, kemudian mengadakan suatu perbandingan yang logis tanpa disertai prasangka dengan ajaran ketiga agama dalam kitab-kitab suci itu.
Dari sini, penulis ingin mengupas lebih dalam hipotesis para ilmuan mengenai asal usul manusia dan membandingkannya dengan kitab-kitab suci agama monotheistic. Dari kupasan-kupasan itu penulis ingin memecahkan permasalahan asal-usul manusia yang sempat menjadi perdebatan sejak ratusan tahun yang lalu.
C.    Kerangka Teoritis
D.    Penelitian Pendahulu
Lamarck
Darwin
E.     Pembahasan
1.      Evolusi di Dunia Hewan: Kesenjangan dalam Pengetahuan Kita
-          Asal-usul kehidupan dan keanekaragaman makhluk hidup
Asal usul kehidupan bukan lagi merupakan kajian laboratorium, hal ini disebabkan karena kata ini selalu memiliki makna yang tersembunyi. Berbagai disiplin ilmu mencoba mengungkapkan asal usul kehidupan yang ada di dunia ini, khususnya dalam bidang bilogi molekuler. Dr. Bucaille mengambil kesimpulan bahwa asal-usul kehidupan di dunia ini adalah Air, mustahil membayangkan kehidupan tanpa air. Bahkan, air merupakan prasyarat adanya kehidupan. Selanjutnya, beliau menjelaskan contoh-contoh rinci mengenai kompleksitas zat hidup yang ada pada organisme-organisme di dalam suatu system yang heterogen dan kompleks.
Dr. Bucaille mengawali statementnya dengan penelitian pada dunia Hewan. Dari sekitar hewan yang berjumlah 1,5 juta spesies yang hidum di dunia ini dapat di klasifikasikan secara runtut dan menganggapnya sebagai sal-usul hewan yang beraneka ragam. Misalnya, bentuk bersel tunggal; makhluk bersel banyak dengan dua benih embrio; makhluk bersel banyak dengan tiga benih embrio; dan kelompok hewan dengan tiga lapisan benih embrio dan beberapa rongga.
Klasifikasi dan transisi asala usul hewan ini dianggap mempunyai kesenjangan sangat besar. Dr. Bucaille memberikan contoh bahwa tidak adanya fosil yang menunjukkan awal mula berbagai phylum. Sehingga setiap penjelasan mengenai mekanisme yang mengataur evolusi kreatif rencana-rencana organisasional dasar hanya berbentuk hipotesis.
-          Konsep evolusi dalam dunia hewan
Dr. Bucaille menyertakan beberapa teori tentang evolusi hewan, terutama yang dkemukakan oleh Lamarck pada 1801. Dilanjutkan oleh Cavier yang hidup pada abad ke-19 yang memebandingkan hewan-hewan pada masanya dengan tulang-tulang yang telah menjadi fosil. Pendapat-pendapat para Zoologi, Embriologi, dan Paleontologi yang mengemukakan tentang evolusi hewan ternyata tidak saling mendukung, sehingga masalah evolusi umum bentuk-bentuk kehidupan benar-benar sangat luas dan kompleks dan membutuhkan ketajaman ilmiah dalam bidang yang berbeda-beda sekaligus. Seperti botani, zoologi, anatomi komparatif, peleontologi, embriologi, dan kimia. Karena luasnya masalah yang dihadapi sehingga sedikit sekali spesialis yang mampu menguasai setiap aspeknya.
-          Lamarck dan transformisme
Lamarck, seorang ahli botani yang bekerja untuk raja perancis mendapat julukan sebagai Bapak Evolusi. Beliau memberikan kerangka teori evolusi dalam karyanya ‘Discours d’ouverture du 21 Floreal An 8’ (Pidato Pengukuhan pada Hari ke-21 Floreal, Tahun 8) beberapa tahun sebelum karya besarnya ‘La Philosphie Zoologique’ (Filsafat Ilmu Hewan) pada tahun 1809. Dalam karyanya, Lamarck menunjukkan ketidakberubahan-relatif spesies yang tetap secara temporer. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan hewan memodifikasi kebutuhan-kebutuhan mereka atau menciptakan kebutuhan baru.
Pendapat ini mendapat kritikan keras oleh para ahli zoologi dengan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh lingkungan, seperti otot yang bekerja terlalu keras akan tumbuh besar secara tidak wajar.
-          Darwin dan seleksi alam
Sekitar lima puluh tahun setelah Lamarck, Darwin memaparkan doktrinnya melalui fakta-fakta yang tampak lebih berarti dibandingkan dengan apa yang dikemukakan oleh pendahulunya. Menurut Darwin, semakin banyak individu yang dilahirkan akan terjadi sebuah perjuangan untuk mempertahankan eksistensi antara satu individu dan individu lain dari spesies yang sama, atau individu lain dari spesies yang berbeda.
Kritik atas teori Darwin ini dikemukakan oleh PP. Grasse, beliau mengemukakan bahwa kematian selalu tidak membeda-bedakan. Kematian tidak selalu merenggut yang paling lemah dan membiarkan hidup yang paling kuat.
-          Evolusi kreatif
Teori-teori yang telah dikemukakan diatas dapat diringkas menjadi dua hipotesis: Teori mutasi yang merupakan kesalahan dalam proses penyalinan kode genetika; dan teori Evolusi Kreatif yang tidak dapat didasarkan pada suatu pembuktian adanya gen-gen baru. Teori yang pertama bergantung pada peranan adasar kebetulan yang tidak dapat dipertahankan karena berbagai alasan. Teori kedua berdasarkan evolusi kretaif melalui informasi baru yang lebih logis. Sebagaimana dikemukakan bahwa konsepsi mistik mengenai dunia kehidupan ini, disitu segala sesuatu mengenai dunia harus dibuktikan terlebih dahulu. Bagaimana kita dapat mengakui secara serius bahwa makhluk hidup yang primitif secara murni dan hakiki menyimpan dalam dirinya seluruh gen hewan atau bahkan tumbuhan. Diperolehnya gen-gen itu merupakan pra-syarat adanya evolusi.
2.      Perbandingan Evolusi Manusia dengan Evolusi-Evolusi Makhluk Hidup Lainnya
-          Pengaruh evolusi kreatif dalam perkembangan manusia
Kecilnya jumlah dokumentasi paleontologi mengenai asal usul manusia membuat manusia harus melangkah maju dengan hati-hati untuk menentukan asal-usul manusia. Data kronologis mengenai kera dan manusia suatu hari nanti mungkin akan berubah begitu ada penemuan baru di masa mendatang. Apapun yang terjadi, terdapat argumen-argumen kuat untuk menolak teori bahwa manusia adalah keturunan dari kera.
Argumentasi yang paling baru adalah setelah ditemukannya DNA. Dalam pita DNA terdapat ciri-ciri dan fungsi-fungsi anatomis makhluk hidup yang berbeda antara spesies yang satu dengan spesies yang lainnya, semuanya bergantung pada kode genetik yang menentukan penampilan mereka, kemampuan untuk bertahan hidup, dan modifikasi-modifikasi yang mungkin terjadi pada mereka.
Lebih lanjut lagi Dr. Bucaille menegaskan bahwa kemunculan sifat-sifat baru pada manusia tidak semata-mata dikarenakan bertambahnya gen-gen dan meningkatnya informasi secara progresif pada warisan kita. Fakta-fakta ini memberikan kesimpulan bahwa sampai pada batas tertentu, manusia mempengaruhi perkembangannya sendiri dengan memberikan sumbangan untuk memperkaya modal warisannya; tanpa keikutsertaan aktif ini dalam evolusinya sendiri, manusia tidak akan seperti yang sekarang ini. Bentuk evolusi ini, yang unik dalam dunia hewan, benar-benar memisahkan manusia dengan hewan.

3.      Jawaban Pertama Kitab-kitab Suci: Bibel
-          Pendekatan modern terhadap kitab bible
Jika berbicara tentang bible, maka terdapat dua bagian kitab yaitu perjanjian lama dan perjanjian baru. Perjanjian lama, menurut Dr. Bucaille mempunyai banyak pengarang, banyak versi  dan mempunyai sejarah teks yang membingungkan yaitu baru pada abad pertama masehi teks bibel ditetapkan.
Semua pengarang dalam bible menuliskan karya mereka dalam kurun sejarah yang berbeda dan sesuai dengan adat istiadat serta cara-cara pada zaman mereka. Hal ini bisa diketahui dari beragam tipe sastra yang terdapat dalam bible. Menjadi mudah untuk menjelaskan adanya ketidaktepatan sejarah, pernyataan yang tidak masuk akal atau pertentangan yang mencolok.
Konsili Vatikan II (1962-1965) secara jelas mengakui ketidak sempurnaan dan keusangan teks-teks tertentu dalam kitab bible. Sebagaimana tercermin dalam Dokumen Konsili no. 4 mengenai Wahyu yang mendefinisikan pendapat gereja Katholik mengenai makna keseluruhan teks, dan juga kemustahilan untuk memahami secara harfiah bagian-bagian tertentu.
Masing-masing penulis dalam perjanjian lama telah mengadakan pendekatan terhadap fakta-fakta dan menyadur teks-teks sesuai dengan pendapat mereka sendiri. Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes yang menyusun teks antara 70 dan 110 SM. Menyuguhkan kisah-kisah yang sering berbeda. Sedangkan Paulus menulis bertahun-tahun sebelum mereka.
Selanjutnya Dr. Bucaille menyebutkan beberapa kesalahan yang dikemukakan oleh penulis Perjanjian Baru, seperti Matius yang menulis kemungkinan zaman hidupnya nabi Ibrahim yaitu empat puluh satu generasi sebelum Yesus. Disisi lain terdapat kemungkinan besar bahwa Ibrahim hidup antara  1850-1800 SM. Ketidaktepatan yang terdapat di dalam kitab-kitab injil pada dasarnya berasal dari kesalahan-kesalahan dalam perjanjian lama yang diulang-ulang oleh para pengabar dalam karya-karya mereka.
-          Penciptaan manusia menurut bible
Bible tidak memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai fenomena alam pada setiap sejarah manusia yang dapat menjadi subyek pengamatan dan dapat menjelaskan kemahakuasaan Tuhan. Teks semacam ini hanya terdapat dalam al-Qur’an. Asal usul manusia dijelaskan dalam kitab Genesis dalam ayat-ayat yang membahas penciptaan secara keseluruhan. Untuk memahaminya secara benar, harus ditempatkan dalam konteks yang benar pula.
Penciptaan manusia dalam bible banyak tersurat dalam Kitab Genesis, baik versi Sakredotal maupun versi Yahwis. Fakta bahwa terdapat kesalahan-kesalahan dalam dalam bible tidak dapat dielakkan lagi, hampir dipastikan bahwa para penyusun bible tidak mendapatkan informasi yang mereka perlukan untuk menyusun peristiwa-peristiwa itu tanpa melakukan sebuah kekeliruan. Pembelaan mengenai kesalahan-kesalahan ini dikemukakan oleh Jean Guitton (1978) yang menyatakan bahwa Keslahan-kesalahan ilmiah dalam bible adalah kesalahan-kesalahan manusia, karena pada masa itu manusia masih seperti anak kecil yang belum mengenal ilmu pengetahuan. Baik orang Yahudi maupun Nasrani tidak merasa heran, kaget, ataupun malu karena mendapati kesalahan-kesalahan ilmiah dalam bible.
4.      Asal-usul, Transformasi dan Reproduksi Manusia Menurut Al-Qur’an
-          Asal-usul keberlangsungan kehidupan
Al-Qur’an merujuk pada suatu keragaman gejala alam untuk mengilustrasikan penegasan yang berulang-ulang mengenai ke-Mahakuasaan Tuhan. Al-Qur’an terkadang juga memberikan uraian secara terperinci tentang cara fenomena-fenomena itu berevolusi disertai penyebab dan akibatnya.
Al-Qur’an juga telah menjawab sebuah pertanyaan besar yaitu pada titik mana kehidupan bermula. Hal ini dijawab dalam QS 21:30, 20:53, 24:45 secar jelas dan rinci. Sedangkan mengenai keberlangsungan kehidupan dijelaskan dalam QS 20:53 dan 13:3.
-          Asal-usul manusia dan transformasi-transformasi bentuk manusia sepanjang zaman
Beberapa ayat al-Qur’an menurut Dr. Bucaille merujuk pada transformasi-transformasi yang tampaknya menunjukkan perubahan-perubahan didalam morfologi manusia. Hal ini kemudian menguraikan fenonemena yang sepenuhnya bersifat material yang terjadi dalam beberapa fase dan selalu dalam susunan yang tepat. Ayat-ayat tersebut adalah QS 7:11, 15:28-29, 82:7-8, 95:4, 71:14, 76:28, 6:133.
Kesimpulan dari ayat-ayat tersebut menyatakan bahwa kelompok-kelompok manusia yang telah ada sepanjang waktu mempunyai morfologi yang beragam, tetapi modifikasi ini telah berlangsung sesuai dengan rencana organisasional yang ditetapkan oleh Tuhan, masyarakat musnah dan digantikan oleh kelompok lainnya. Hal ini telah disampaikan oleh al-Qur’an kepada kita dengan berbagai ungkapan.
-          Reproduksi manusia
Fakta ilmiah modern menyatakan bahwa reproduksi manusia berlangsung dalam suatu rangkaian proses. Dimulai dengan pembuahan di dalam tabung Falopia oleh Spermatozoa. Reproduksi manusia secara terinci dijelaskan dalam buku ini kemudian dibandingkan dengan data yang terdapat dalam al-Qur’an.
Pernyataan-pernyataan dalam al-Qur’an mengenai reproduksi manusia dapat dikategorikan: Sejumlah kecil cairan yang dibutuhkan untuk pembuahan (QS 16:4, 75:37, 80:19); Kompleksitas Cairan pembuah (QS 76:2, 32:8) Evolusi Embrio didalam Rahim (QS 23:14, 32:9, 53:45-46); Penanaman Telur dalam organ wanita (QS 75:37-38)

5.      Keselarasan antara Agama dan Sains
-          Berbagai pendekatan terhadap masalah
Pada bagian akhir ini, Dr. Bucaille menjelaskan  keterkaitan antara Agama dan Sains salah satu pernyataannya adalah bahwa Latar belakang ilmiah benar-benar dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang membawa seseorang semakin dekat pada suatu gagasan karena dapat membuat mereka merenungkan penemuan-penemuan yang bisa dilakukan dipandang dari sudut ilmu pengetahuan. Dalam konteks telaah yang sekarang ini, pertama-tama dan yang palling utama adalah organisasi yang luar biasa dan kekekalan kehidupan yang mendorong mereka untuk mengakui, bukan hanya mungkin, tapi sangat besar kemungkinannya bahwa sang pencipta itu ada. Sebaliknya, tiadanya latar belakang ilmiah tidak akan membantu mereka, yang cenderung menerima gagasan-gagasan bahwa tuhan itu tidak ada, untuk memahami fakta-fakta tertentu yang sangat jelas yang nyata-nyata mendukung keberadaan-Nya.

-          Kesulitan-kesulitan yang dihadapi
Orang-orang pada zaman Darwin lebih banyak berfikir dengan menganalogikan gagasan-gagasan yang dikemukakan mengenai subyek dunia hewan, bukannya melalui suatu proses pengambilan yang patuh pada suatu disiplin. Pertentangan yang ada lebih banyak meningkatkan argumen-argumen yang bernafsu daripada perbandingan-perbandingan ilmiah yang didokumentasikan dengan bukti-bukti pasti dan patut dipertimbangkan secara valid.
Suatu kesulitan lain terletak pada pendapat yang dibaca atau didengar orang dari berbagai tempat menyangkut isi kitab-kitab suci baik mengenai bible maupun al-Qur’an. Pernyataan-pernyataan sering dikatakan dari satu atau lain teksyang dalam kenyataan tidak terdapat dalam kedua kitab tersebut. Jika dinyatakan bahwa suatu pernyataan tertentu dalam kitab suci telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan, maka kredibilitas teks itu akan berkurang.
-          Konsep penciptaan dan ilmu
Agama monotheistik tidak menjelaskan apapun mengenai kehadiran manusia dimuka bumi selain pernyataan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan. Pernyataan ini didapatkan dalam kedua kisah perjanjian lama dan juga dalam al-Qur’an. Sementara ilmu tidak memberikan bukti formal sedikitpun untuk mendukung teori ini, dan juga tidak mengemukakan argumen-argumen yang menyuarakan pertentangan atau yang membuat kita menganggapnya sebagai suatu legenda yang harus dikesampingkan.
Evolusi kreatif dapat dikatakan telah menyebabkan munculnya suatu keturunan manusia yang selanjutnya menjalani transformasi-transformasinya yang spesifik. Transformasi ini terjadi dalam suatu pola organisasional yang terwujud dalam berbagai tingkat seiring dengan berjalannya waktu. Tumbuhnya kompleksitas itu berasal dari berkumpulnya secara lambat launinformasi baru yang menyangkut perkembangan formasi-formasi dan fungsi secara anatomis, terlebih-lebih menyangkut perkembangan otak. Jadi, apapun teori yang dikemukakan, konsep umum penciptaan sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab-kitab suci agama monotheistik tampaknya sama sekali tidak bertentangan dengan data yang disuguhkan oleh ilmu.
-          Kesesuaian antara agama dan ilmu
Gagasan-gagasan yang telah dikemukakan dalam karya Dr. Bucaille ini telah membawa pembaca jauh dari konsep-konsep yang menguasai banyak ilmuan dan filusuf dari abad yang lalu yang menganggap agama dan ilmu bertentangan. Agama dianggap lahir dari keyakinan dan unsur-unsur misteri yang menyertainya, sementara ilmu dianggap pasti dan berdasarkan akal, sebab hanya fakta-fakta yang diakui ilmu lah yang dianggap benar. Kenyataannya, ilmu sendiri tidak mampu memberikan jawaban terhadap beberapa pertanyaan, misalnya mengenai asal-usul kode genetik dan banyaknya informasi yang dikandungnya.
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa perbandingan antara ajaran-ajaran agama dan data ilmiah adalah suatu kesesuaian yang telah timbul yang menghapuskan pertentangan panas masa lampau. Hal ini menunjukkan bahwa penyelidikan atas suatu subyek seperti yang ditelaah dalam buku ini akan menjadi lebih jelas jika pembaca mengesampingkan hipotesis-hipotesis ideologis dan menggantungkan diri pada fakta-fakta yang nyata, kesimpulan logis dan kekuatan akal.
F.     Kesimpulan
1.      Problem Solving
Bahasan mengenai asal usul manusia selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan sejak zaman klasik hingga kontemporer. Ternyata masih banyak hal yang tidak diketahui oleh manusia tentang asal usul dirinya sendiri. Seolah hal ini merupakan sebuah misteri yang mungkin tak akan terungkap hingga kapanpun. Hanya Sang Pencipta yang mengetahui dari manakah asal muasal manusia, dimana hal ini manusia itu tertulis di beberapa kitab suci, terutama injil dan Al-Quran dengan jelas.
Teori Darwin sempat menjadi perbincangan mengenai asal muasal manusia dan menjadikan perdebatan mengenai beberapa hipotesis tersebut kian “memanas”. Dimana Teori Darwin ini mengatakan bahwa manusia adalah manusia berawal dari hewan yang mengalami evolusi yang panjang. Lebih dari itu, dikatakan bahwa manusia berasal dari kera. Bahkan ada pula yang berpendapat dari hewan golongan reptil. Padahal nyatanya, secara kasat mata, teori-teori hasil temuan manusia itu sangatlah bertentangan dengan apa yang tertulis pada kitab suci. Dalam buku ini, kitab suci yang akan dibandingkan untuk ditelaah hanya dua, yakni Bibel (Alkitab) dan Al-Qur'an.
Dr. Maurice Bucaille, seorang ahli bedah dan dokter senior  berkebangsaan Perancis, beliau memusatkan perhatiannya pada bidang biologi molekuler dan genetika. Beliau kemudian menelaah dari dekat kitab-kitab suci agama-agama monoteistik yakni Yahudi, Nasrani dan Islam. Buku ini merupakan ringkasan dari hasil telaahnya itu.
Dalam bukunya ini, Bucaille mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan meragukan. Sedangkan dalam Al-Quran, ia justru menemukan banyak kecocokan dengan fakta sains modern. Melalui buku ini pula, Bucaille menemukan fakta-fakta dari ayat-ayat Al-Quran tentang berbagai fenomena di alam, khususnya tentang asal-usul makhluk hidup, proses biologis pada organisme makhluk hidup, proses-proses biologis pada organisme hidup, ternyata tidak bertentangan dengan hasil-hasil temuan sains.
Beberapa contoh yang diungkapkan oleh Dr. Bucaille dari kesesuaian antara ayat-ayat Al-Quran dengan hasil-hasil temuan sains tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Teori ledakan besar (big bang) dengan ayat dalam Al-Quran surat Al-Anbiya (30) :
“dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya….,”
Secara tersirat ayat tersebut menyatakan bahwa langit dan bumi pada awalnya merupakan suatu kesatuan lalu kemudian mengalami pemisahan. Nah, dalam sains, penjelasan mengenai pemisahan langit dan bumi ini dikenal dengan teori ledakan besar (big bang)
b.      Ilmuwan menemukan senyawa iosonik (garam) pada mumi Fir'aun. Dan Bucaillemenyatakan bahwa memang Allah-lah menyelamatkan badan Fir’aun,. Hal ini sesuai dengan kenyataan pada apa yang tersurat dalam QS. Yunus (92) :
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu”
Ternyata apa yang ditemukan para ahli yakni senyawa iosonik (garam) di dalam badan Fir’aun yang menunjukkan bahwa Fir’aun memang pernah tenggelam di lautan dan kemudian diselamatkan Allah SWT, sehingga kita bisa melihatnya hingga saat ini.
c.       Temuan sains yang menyatakan bahwa gunung dan lempeng bumi itu bergerak, adalah sesuai dengan QS. An-Naml (88) : “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.”
Beliau juga membuat kesimpulan bahwa Pernyataan-pernyataan di dalam Al-Quran tentang asal-usul kehidupan (apakah itu merujuk kepada kehidupan secara umum, unsur-unsur yang melahirkan tumbuh-tumbuhan di dalam tanah ataupun benih hewan-hewan) seluruhnya sangat bersesuaian dengan data ilmiah modern.
2.      Kritik dan Saran
Secara fisik, terutama kualitas kertas dan spasi, bentuk dan ukuran huruf mempunyai spasi sangat rapat sehingga sehingga terkadang membuat mata cepat lelah saat membaca. Pemaparan materi yang disuguhkan oleh Dr. Bucaille dalam karyanya ini, menurut saya sangat logis berdasarkan fakta ilmiah dan hal ini menurut saya dapat memperkuat keimanan bagi Muslim dan sebagai jalan hidayah bagi non-Muslim, sekaligus dapat membuktikan kebenaran dan keabsahan suatu ajaran agama.

Namun sayangnya, pada bagian ketika Bucaille membahas tentang penciptaan Adam yang beliau dasari dengan QS Al-A’raf : 11, dimana ia meyakini bahwa ayat tersebut menyiratkan adanya proses perubahan atau transformasi bentuk manusia dalam perjalanan waktu yang panjang sehingga mencapai bentuk sempurna seperti saat ini. Penjelasan Bucaille dalam bahasannya ini kurang dapat dipahami. Bucaille mengakui kebenaran teori evolusi pada makhluk selain manusia, namun, dia tidak menyatakan evolusi manusia tidak berkaitan dengan evolusi makhluk lain.

Saturday, March 11, 2017

Epistemologi Jabir Bin Hayyan dan Islamisasi Sains

A.    Biografi Jabir bin Hayyan
Khurasan adalah nama sebuah daerah di utara Persia (Iran) dan Sijistan (Pakistan) yang kini termasuk dalam daerah Afghanistan. Di daerah inilah Jabir bin Hayyan lahir pada sekitar 100 H atau 721 M. Nama lengkapnya adalah Abu Musa Jabir bin Hayyan Al-Shufiy Al-Azadiy atau Abu Abdullah Jabir bin Hayyan.  Terkadang beberapa sejarawan menyebutnya dengan Al- Thusi dan Al-Kufi.  Sumber lain juga menyebut bahwa Jabir berasal dari kalangan Shabi`in , yang karenanya diberi laqab Al-Harrani dan termasuk kelompok Mawali. Agaknya dapat dipastikan bahwa keluarga Jabir berasal dari suku Azd dari Arabia Selatan, yang pada masa kebangkitan Islam menetap di Kufah. Ayahnya, Hayyan Al-Attar adalah seorang ahli syi’ah yang juga sebagai penjual obat-obatan. Hayyan berasal dari Syam yang kemudian pindah ke Thus, sebuah kota kecil yang berjarak 27 km dari Utara Masyhad yang dikenal sebagai kota transit bagi para pedagang baik dari Baghdad, Turkistan, ataupun Cina. Sedangkan ilmuan Barat menyebut nama Jabir sebagai “Geber”. Jabir dikenal sebagai Sufi  yang tekun beri’tikaf di sebuah ruangan khusus di dalam rumahnya. Sebagian sumber menyebut Jabir sebagai bagian dari kalangan Shabi`in, dan Jabir juga dikatakan sebagai seorang Syi’ah.[1] Kenyataan ini merujuk kepada kedekatannya dengan salah seorang imam keenam Syi’ah yaitu Ja’far Ash-Shadiq.
Selain Imam Ja’far Ash-Shadiq, [2] Jabir telah pula mendatangi guru lainnya seperti Udha Al-Himar yang kala itu masih merupakan rekan seangkatan dari Khalid Barmaki, dan Yahya. Jabir sempat pula menunjukkan beberapa tulisnya kepada para gurunya itu. Karena kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, Jabir banyak bergaul dengan kalangan orang-orang yang juga mencintai pengetahuan. Jabir tidak hanya mampu mendalami satu bidang ilmu pengetahuan tertentu, Jabir juga mampu menguasai bidang keilmuan lainnya dan sangat beragam. Selain ahli dalam bidang ilmu kimia, beliau juga ahli dalam ilmu yang lain seperti kedokteran, filsafat dan fisika. Hanya saja dari sekian banyak ilmu yang digelutinya, tampaknya ilmu kimia lebih melekat dan menonjol pada tokoh intelektual muslim ini. Jabir adalah ilmuan yang sangat produktif dengan karya yang banyak.[3] Karya-karya ilmu kimianya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di Eropa, termasuk bahasa Latin, dan kemudian diserap oleh ilmu kimia modern. Eropa kemudian mulai mengenali istilah-istilah teknik seperti realiger (sulfit merah dari arsenik), tutia (seng oksida), alkali, antimoni, alembic, dan aludel. Demikian juga Salamoniak (sejenis substansi baru kimia) telah diperkenalkan Jabir yang sebelumnya tidak pernah dikenal oleh orang-orang Yunani.
B.     Epistemologi Jabir bin Hayyan
Diantara epistemologi yang ditemukan dan dikembangkan oleh Jabir bin Hayyan yang paling terkenal adalah metode Eksperimen (Al-Manhaj At-Tajribi) dalam Ilmu Pengetahuan khususnya dalam bidang Kimia. Penemu metode Eksperimental dalam khazanah keilmuan barat adalah David Hume. Namun,jauh sebelum itu Jabir bin Hayyan telah meletakkan dasar-dasar metode eksperimentalnya.[4] Metode Eksperimen ini kemudian berkembang dalam disiplin ilmu-ilmu yang lain. Sebelum melaksanakan eksperimen, Jabir menekankan pentingnya penguasaan teoritis terhadap percobaan yang akan dilakukan. Di samping itu, Jabir bin Hayyan juga menekankan menekankan pentingnya ketelitian dan kecermatan dalam melakukan percobaan dan pengamatan.
Selain metode Eksperimental, Jabir juga memperkenalkan metode perbandingan (Mizan) atau dalam istilah Ushul Fiqh dapat pula diartikan dengan istilah Qiyas. Metode ini juga masih digunakan dalam penelitian-penelitian unsur-unsur Kimia. Metode ini kemudian dilanjutkan oleh peneliti Islam setelahnya yaitu Al-Bairuni.
Jabir juga memperkenalkan Metode penelitian ilmiah yang hampir sempurna, Jabir menggunakan metode Induksi (Istiqra’) dan menyimpulkan (Istinbath/Istidlal) kemudian beliau menggabungkan keduanya setelah menemukan hasil dari penelitiannya. Jabir kemudian membedakan antar aspek Induktif dan aspek pengambilan kesimpulan dalam ilmu pengetahuan. Pertama hal-hal yang dapat diungkapkan oleh panca indera (Bayani) [5] dan kedua hal-hal yang dapat diungkapkan oleh Akal (Burhani) dan Intuisi (Irfani).
Sebagai ilmuan Muslim yang taat, Jabir bin Hayyan juga menyentuh aspek aksiologis dalam ilmu pengetahuan. Jabir yang banyak mendasarkan pengetahuannya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, beliau berpendapat bahwa seorang ilmuan harus mempunyai sifat-sifat tertentu jika ingin penelitiannya berhasil. Diantaranya adalah pesan Jabir kepada murid-muridnya untuk tidak mendahului Ilmu, dalam artian langkah-langkah yang harus dilalui oleh seorang ilmuan adalah mempelajari teori, dilanjutkan dengan Eksperimen dan Aplikasi. Beberapa muridnya menganggap hal ini melelahkan. Namun, jabir menjawab dengan kata-katanya: Bersusah payahlah dahulu jika ingin berhasil.
Jabir juga memberikan ulasan mengenai Akhlak dalam beberapa karyanya. Sebagai seorang Sufi, tentu saja kehidupan Jabir yang dipenuhi dengan menyendiri di salah satu ruangan di rumahnya banyak meneguhkan murid-muridnya dengan aktifitas-aktifitas sufistik seperti Tashfiyah dan Riyadhah. Jabir juga telah mencoba memasukkan pendidikan karekter dalam mendidik murid-muridnya.
Metode-metode ilmiah yang ditemukan oleh Jabir bin Hayyan sangat berpengaruh terhadap perkembangan keilmuan dunia, khususnya dalam bidang sains dan teknologi. Metode eksprimental misalnya, telah digunakan selama berabad-abad dalam penelitian eksakta tentunya dengan penyempurnaan-penyempurnaan dari metode eksperimen yang digunakan oleh Jabir sebagai pelopornya. Dewasa ini telah berkembang pendekatan pembelajaran yang terilhami oleh metode eksperimental yang dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan eksakta. Pendekatan itu adalah pendekatan Scientific yang digunakan dalam kurikulum 2013 untuk semua mata pelajaran.
Peran Jabir terhadap perkembangan keilmuan dunia tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata, pelopor dalam metode-metode ilmiah terkenal ini telah melampaui batas-batas ruang dan waktu yang tidak bias ditempuh oleh Ilmuan-ilmuan barat. Ilmuan Muslim yang melandaskan corek keilmuannya terhadap Al-Qur’an dan Haidits inilah yang kemudian membawa Islam maju melampaui umat-umat sebelumnya.
Jabir bin Hayyan juga mempunyai prinsip ketauhidan yang kokoh, prindip ketauhidan ini dapat dilihat dari setiap tulisannya yang tidak lepas dari kalimat-kalimat yang mengingatkan pembaca atas kebesaran Allah dan kalimat-kalimat Thayyibah. Maka, tak heran jika dibaca lebih lanjut tulisan-tulisan Jabir yang banyak bernuansa eksakta Kimia itu lebih seperti khutbah yang diawali dengan puji-pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi besar Muhammad saw. Jabir juga banyak mengintegrasikan nilai-nilai tekstual keagamaan dalam produk keilmuannya, sehingga tidak jarang jabir menguti ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadits yang berkaitan dengan penelitiannya.[6] Berdasarkan hal ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Jabir bin Hayyan adalah ilmuan yang melakukan penelitian ilmiahnya dan sedikit banyak terilhami oleh beberapa ayat Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Namun, sebagaimana ilmuan Muslim lainnya, ketika mendapatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teks keagamaan, maka sikap yang diambil adalah mauquf dan tetap meyakini kebenaran teks. Hal ini sangat berbeda dengan ilmuan-ilmuan barat yang menganggap kebenaran ilmu pengetahuan adalah final meskipun bertentangan dengan teks keagamaan.
Dalam konsep metode ilmiahnya, Jabir memberikan nasehat spiritual yang cukup panjang. Di samping menyarankan untuk tetap berikhtiar, Jabir menawarkan solusi ruhani, agar tidak mudah berputus asa, dan tidak menunda-nunda untuk tetap mempelajari konsep mizan.  Berikutnya, secara rinci Jabir menasehati agar mensucikan diri dengan air, memakai pakaian yang bersih, kemudian shalat istikharah, berdoa dan menyampaikan hajatnya kepada Allah SWT, kemudian bershadaqah. Dari gambaran tersebut, tampaknya Jabir menyadari betul bahwa ilmu pengetahuan pada hakekatnya berasal dari Allah SWT, al-‘Alim, yang karena itu, kepada Nya jualah, permohonan untuk untuk mendapatkan ilmu dipanjatkan.  
Konsep spiritual seorang ilmuan yang diajarkan Jabir memberikan banyak pelajaran dalam pengembangan keilmuan modern dalam bidang apapun. Jabir, seorang ilmuan besar, dari tangannya lahir karya-karya besar yang mampu membuat dunia berdecak kagum, adalah seorang yang tawadhu’ dan tawakkal menyerahkan semuanya kepada sang pencipta. Hal ini sangat penting untuk diakomodasi dalam kehidupan modern. Betapa tidak, ilmuan modern yang hanya mempunyai satu-dua buah karya saja banyak sekali yang lalai terhadap Rabbnya.
Jabir juga memberikan konsep Islamisasi dan spiritualisasi sains dari pandangan-pandangannya dalam banyak tulisannya. Spiritualisasi sains nampaknya juga menjadi kecendrungan perkembangan sains modern, baik di Barat maupun di dunia Islam.  Dalam upaya ini, dunia Islam mengenal tokoh-tokoh yang menggaungkan pentingnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan, semisal Ismail Raji Al-Faruqi, Nequib al-Attas, Ziauddin Sardar, Mehdi Ghoulsyani, dan lain lainnya. 
Rahimahu Allah Jabir bin Hayyan.



[1] Secara Implisit, Jabir tidak mejelaskan dalam tulisan-tulisannya bahwa ia adalah penganut Madzhab Syi’ah. Namun, analisis Corbin dalam salah satu tulisan Jabir yang berjudul Kitab Al-Majid menjelaskan mengenai Falsafah Huruf Mim, Ain, dan Sin, yang menjelaskan tentang Maqamat Syiah Itsna Asyariyah, Ismailiyah, dan Fathimiyah. Lihat Corbin, The History Of Islamic Thinking, Terj. Arab: Nashir Marwah (Beirut: Uwaidat, 1998), hlm. 207.
[2] Ja’far Shodiq bukan hanya dikenal sebagai pendiri madzhab hukum Syi’ah dua belas Imam atau lebih dikenal dengan madzhab Ja’fari, tetapi juga menjadi tokoh penting dalam pengetahuan esoteris. Lihat As-Shafdy, Al Wadi bi Al-Wafayat (Beirut: Dar Ihya’ Turats Araby, 2000), hlm. 27.
[3] Karya tulisa Jabir bin Hayyan disebutkan sekitar 232 Buku dan ada yang menyebutkan 500 lebih karya tulis. Az-Zarkali, Al-A’lam (Dar Al-Ulum li Al-Malayin, 2002), Vol. 2, hlm. 103.
[4] Jabir menjelaskan: “Barang siapa yang melakukan eskperimen, dia akan menjadi ilmuwan sejati. Adapun orang yang tidak melakukan eksperimen, dia tidak akan menjadi ilmuwan.  Proses kimia harus dilakukan dengan eksperimen, karena dengan eksperimen orang akan menjadi mahir, dan tanpa eksperimen ilmu seseorang tak berarti apa-apa.” Lihat: Jabir Bin Hayyan, Kitab As-Sab’in dalam Ahmad Farid Al-Mazidi, Rasa’il Jabir bin Hayyan (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2006), hlm. 431.
[5] Jabir juga memberikan klasifikasi hal-hal yang dapat diungkapkan oleh Akal yaitu yang tidak membutuhkan dalil dan yang membutuhkan dalil (hujjah).  Lihat: Jabir Bin Hayyan, Kitab Al-Baht dalam Ahmad Farid Al-Mazidi, Rasa’il Jabir bin Hayyan (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2006), hlm. 450.
[6] Ketika menjelaskan tentang lalat, jabir mengutip QS. Al-Baqarah (2): 6 dan hadits dua sayap lalat yang mengandung racun dan obat. Jabir bin Hayyan, Kitab Al-Ahjar  dalam Ahmad Farid Al-Mazidi, Rasa’il Jabir bin Hayyan (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2006), hlm.38.

E-mail Newsletter

Kirim alamat E-mail anda untuk mengikuti pembaruan dari kami.

Recent Articles

© 2015 Waajibaty | Distributed By Zacky | Created By Zacky
TOP