Monday, November 28, 2011

Talak

By MOHD ZACK  |  11:34 AM No comments

A.    Dalil Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan Talak
1.      Kebencian suami kepada istrinya
"dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[359]. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (An-Nisa': 128)
2.      Menasehati, menjauhi, dan memukul istri
" wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar." (An-Nisa: 34)

3.      Hakim
"dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (An-Nisa': 35)
4.      Disyariatkannya talak
"dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui." (Al-Baqarah: 227)
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah: 229)
"kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (Al-Baqarah: 230)
"apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 232)
"tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), Yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan." (Al-Baqarah: 236)
"jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana." (An-Nisa': 130)
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah[1225] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya." (Al-Ahzab: 49)
5.      Talak Sunnah dan Talak Bid'ah
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)[1481] dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang[1482]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru." (At-Thalaq: 1)
Dan lain Sebagainya.
6.      Talak Bid'ah
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أنه طلق امرأته وهي حائض، على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم، فسأل عمر بن الخطاب رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مره فليراجعها، ثم ليمسكها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر، ثم إن شاء أمسك بعد، وإن شاء طلق قبل أن يمس، فتلك العدة التي أمر الله أن تطلق لها النساء»[1]

7.      Yang diperbolehkan Talak tiga
عن عائشة، أن رجلا طلق امرأته ثلاثا، فتزوجت فطلق، فسئل النبي صلى الله عليه وسلم: أتحل للأول؟ قال: «لا، حتى يذوق عسيلتها كما ذاق الأول»[2]

B.     Pengertian Talak
Talak berasal dari kata الإطلاق  yang mempunyai makna meninggalkan, secara terminology talak juga bisa diartikan menyelesaikan atau melepaskan ikatan pernikahan dan hubungan suami istri.[3]
Secara etimologi, talak bisa juga berarti memutuskan hubungan, sedangkan secara syara' talak dapat pula diartikan sebagai memutuskan hubungan pernikahan dengan lafadz talak atau sejenisnya.[4]
C.     Syarat dan Rukun Talak
1.      Rukun Talak
a.       Suami, talak tidak akan jatuh dari orang lain yang tidak terikat dengan akad nikah.
b.      Istri, talak tidak akan dijatuhkan pada istri orang lain.
c.       Lafadz (Sighat) talak, yaitu lafadz yang menunjukkan atas putusnya ikatan pernikahan, baik sharih (Jelas) atau Kinayah (Samar).
d.      Sengaja, Suami dengan sengaja mengucapkan lafadz talak.[5]
2.      Syarat sah Talak
Ada beberapa syarat untuk sahnya talak yang berhubungan dengan suami, istri, dan sighat (Lafadz). Adapun yang berhubungan dengan suami antara lain:
1.      Berakal.
2.      Baligh.
3.      Telah menjadi suami melalui perkawinan yang sah.
Syarat sah talak yang berhubungan dengan Istri antara lain:
1.      Hendaknya istri dalam keadaan suci.
2.      Hendaknya telah menjadi istri dengan pernikahan yang sah.
Syarat yang berhubungan dengan sighat ada dua macam: pertama, lafadz harus mengisyaratkan perpisahan, baik secara jelas maupun secara sindiran. Maka tidak sah apabila seseorang marah kepada istrinya kemudian mengirimnya kerumah orangtuanya dengan maksud talak tanpa mengucapkan lafadz talak. Kedua, hendaknya lafadz diucapkan dengan sengaja. Seandainya sesorang berniat mengucapkan "Engkau sedang suci" tapi lisannya terlanjur mengucapkan "engkau aku talak" maka talak itu tidak dianggap.[6]
D.    Hukum Talak
1.      Talak berhukum mubah ketika dia diperlukan, seperti ketika buruknya akhlak seorang isteri, atau karena buruknya pelayanan.
2.      Talak diharamkan ketika tidak diperlukan, seperti ketika kehidupan pasangan suami isteri mapan. Talak bisa dianjurkan ketika dalam keadaan darurat, seperti keadaan isteri yang tersiksa jika terus hidup bersama suami tersebut, atau karena dia sangat membenci suaminya, dan lainnya.
3.      Talak akan menjadi wajib terhadap suami ketika mendapati isterinya tidak melaksanakan shalat, atau dia tidak bisa menjaga kehormatannya, selama dia tidak mau bertaubat dan tidak juga menerima nasehat.
4.      Suami diharamkan untuk menceraikan isterinya yang masih dalam keadaan haidh dan nifas, juga dalam keadaan bersih yang telah disetubuhi, selama belum ada kejelasan tentang kehamilannya, sebagaimana juga diharamkan untuk menceraikan isterinya talak tiga sekaligus dengan satu ucapan atau dalam satu majelis/waktu.
5.      Jatuhnya talak sah jika bersumber dari suami ataupun wakilnya, seorang wakil boleh menjatuhkan satu talak kapan saja, kecuali jika suami menentukan waktu dan jumlahnya.[7]
E.     Lafadz Talak
1.      Talak shorih (jelas): Ini terjadi ketika menggunakan lafadz yang tidak ada kemungkinan lain selain talak, seperti: saya telah ceraikan kamu, kamu cerai, kamu seorang wanita yang telah diceraikan, saya akan menceraikanmu dan sebagainya.
2.      Talak dengan kinayah (sindiran): Yaitu dengan sebuah lafadz yang mengandung arti talak dan arti lainnya, seperti ucapan: kamu bebas, atau pergilah kepada keluargamu, dan sebagainya.
Talak akan jatuh ketika menggunakan lafadz shorih, karena kejelasan artinya, sedangkan kinayah tidak mengharuskannya kecuali jika dibarengi oleh niat yang kemudian diikuti oleh ucapan. Apabila seseorang berkata kepada isterinya (kamu menjadi haram bagiku), pengharaman tidak berarti talak, akan tetapi sebuah sumpah yang mengharuskan padanya kafarat yamin (sumpah). Talak akan jatuh dari dia yang serius ataupun bercanda, hal ini untuk memelihara akad nikah dari permainan dan tipuan.[8]
F.      Gambaran Talak
Talak adakalanya Munajjaz (langsung), Mudhofan (disandarkan) atau Mu'allaq (digantung), sebagaimana penjelasan berikut:
1.      Talak Munajjaz: Seperti perkataan terhadap isteri: kamu saya cerai atau saya telah menceraikanmu, talak seperti ini akan langsung jatuh ketika itu pula, karena dia tidak mengikat dengan apapun.[9]
2.      Talak Mudhof: Seperti perkataan terhadap seseorang pada istrinya: kamu saya cerai besok atau pada awal bulan, talak seperti ini tidak akan jatuh kecuali setelah sampai pada waktu yang ditentukan.
3.      Talak Mu'allak: Yaitu ketika seorang suami menjadikan terjadinya talak tergantung pada sebuah syarat, dia terbagi menjadi:
a.        Apabila suami bermaksud dengan talaknya tersebut untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, memberi atau melarang, atau untuk meyakinkan sebuah berita, dan lainnya, seperti perkataan: jika kamu pergi ke pasar maka kamu menjadi cerai denganku, dia hanya bermaksud melarang, maka ini tidak jatuh talak, namun suami tersebut harus membayar kafarat jika isteri melanggarnya. Kafaratnya: memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan budak, jika tidak mendapatkan semua itu, dibolehkan baginya untuk berpuasa selama tiga hari.
b.      Apabila suami bermaksud jatuhnya talak ketika hal yang disyaratkan terjadi, seperti perkataan: jika kamu memberiku sesuatu maka kamu menjadi cerai, dalam permasalahan ini talak akan jatuh ketika syarat tersebut dilanggar.
c.       Apabila seorang wanita diceraikan oleh dia yang belum menentukan mahar, sebelum disetubuhi, maka suami wajib untuk memberinya sesuatu, bagi seorang kaya sesuai dengan keadaannya dan bagi orang miskin juga sesuai dengan kemampuannya. Apabila dia dicerai oleh suami yang belum menentukan mahar namun telah menyetubuhinya, maka dia berhak untuk mendapat mahar yang sesuai tanpa ada pemberian. Allah berfirman:
] لا جناح عليكم إن طلقتم النساء ما لم تمسّوهن أو تفرضوا لهن فريضة ومتعوهن على الموسع قدره وعلى المقتر قدره متاعًا بالمعروف حقا على المحسنين [
"Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang  yang berbuat kebajikan" (Al-Baqarah: 236)
d.      Apabila seorang suami menceraikan isteri yang belum disetubuhi ataupun belum berkholwat dengannya, namun dia telah menentukan jumlah maharnya, maka wanita tersebut berhak untuk mendapatkan setengah dari mahar itu, kecuali jika dia ataupun walinya memaafkannya. Apabila perpisahan dikarenakan oleh permintaannya, maka dia tidak berhak atas mahar sedikitpun. Allah berfirman:
] وإن طلّقتموهن من قبل أن تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف ما فرضتم إلاّ أن يعفون أو يعفوا الذي بيده عقدة النكاح وأن تعفوا أقرب للتقوى ولا تنسوا الفضل بينكم إن الله بما تعملون بصير [ 
"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan" (Al-Baqarah: 237).
e.       Apabila dua orang suami isteri berpisah dari pernikahan fasid (rusak), sebelum mereka bersetubuh, maka tidak ada mahar dan tidak pula pemberian padanya, sedangkan jika telah bersetubuh, maka wanita tersebut berhak untuk mendapatkan mahar yang telah ditentukan sebagai pengganti dihalalkannya kemaluan.[10]
G.    Talak Sunnah dan Bid'ah
1.      Talak sunnah: Yaitu seorang suami menceraikan isteri yang telah disetubuhinya dengan satu talak, dalam keadaan suci (bukan haidh) yang tidak disetubuhi pada waktu suci tersebut. Suami tersebut berhak untuk rujuk kembali selama dia masih dalam iddahnya yang berjangka tiga quru' (tiga kali haidh).
Apabila iddahnya telah berlalu dan dia tidak merujuknya, berarti mereka telah resmi bercerai, wanita tersebut tidak halal baginya kecuali dengan akad dan mahar baru, sedangkan jika dia merujuknya dalam waktu iddah, berarti dia masih tetap sebagai isterinya.
Apabila dia menjatuhkan talak dua, maka hukum yang ada sama seperti talak pertama, yang mana kalau dia merujuknya dalam iddah, berarti wanita tersebut masih tetap sebagai isterinya, sedangkan jika tidak merujuknya sampai iddahnya selesai, maka dia tidak lagi halal baginya kecuali dengan akad dan mahar baru.
Kemudian jika dia menjatuhkan talak ketiga, maka dia menjadi bebas darinya, wanita tersebut tidak halal baginya sampai dinikahi pleh laki-laki lain dengan nikah yang benar. Talak dengan sifat dan urutan seperti diatas dinamakan talak sunni dari segi jumlah dan sunni dari segi waktu.
Diantara talak sunni: Seorang suami menceraikan isterinya setelah ada kejelasan tentang kehamilannya, dengan hanya menjatuhkan satu talak. Apabila isterinya termasuk yang tidak haidh lagi, seperti manupouse, maka suami bisa menceraikannya kapan saja. Allah berfirman:
] الطلاق مرّتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان .. [
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik .. " (Al-Baqarah: 229)
Kemudian dilanjutkan:
] فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجًا غيره فإن طلّقها فلا جناح عليهما أن يتراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله وتلك حدود الله يبيّنها لقوم يعلمون [ 
"Kemudian jika sisuami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kamu yang (mau) mengetahui" (Al-Baqarah: 230).
Apabila perceraian telah sempurna dan telah berpisah keduanya, disunnahkan bagi suami untuk memberinya sesuatu sesuai dengan keadaan finansialnya, sebagai penghibur ketakutan wanita tersebut dan juga untuk memenuhi sebagian dari haknya, sebagaimana firman Allah: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah (pemberian) menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa" (Al-Baqarah: 241)
2.      Talak bid'ah: Yaitu talak yang menyelisihi syari'at, dia terbagi menjadi dua:
a.       Bid'ah dalam waktu: Seperti ketika menceraikannya dalam keadaan haidh, nifas atau dalam keadaan suci yang telah disetubuhinya namun belum ada kejelasan hamil ataupun tidaknya. Talak seperti ini haram namun tetap jatuh, akan tetapi pelakunya berdosa, dia harus merujuknya kembali jika itu bukan talak tiga.
Apabila suami itu merujuk kembali wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas, hendaklah dia menahannya sampai suci, kemudian haidh, kemudian suci, lalu setelah itu jika mau dia boleh menceraikannya. Bagi dia yang menceraikan dalam keadan wanita tersebut suci namun disetubuhi padanya, hendaklah dia menahannya sampai haidh kemudian suci, lalu setelah itu dia boleh menceraikannya.
عن ابن عمر رضي الله عنه أنه طلّق امرأته وهي حائض, فذكر ذلك عمر للنبي صلى الله عليه وسلم فقال: " مره فليراجعها , ثمّ ليطلّقها طاهرًا أو حاملاً " أخرجه مسلم
Bahwasanya Ibnu Umar r.a menceraikan isterinya yang masih dalam keadaan haidh, pergilah Umar memberitahu Nabi SAW tentang hal tersebut, maka beliaupun bersabda: "Perintahkan dia untuk merujuknya, kemudian menceraikannya dalam keadaan wanita tersebut suci atau hamil" H.R Muslim.[11]
عن ابن عمر رضي الله عنه أنه طلّق امرأته وهي حائض, فسأل عمر عن ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: " مره فليراجعها حتى تطهر , ثمّ تحيض حيضة أخرى , ثم تطهر ثمّ يطلّق بعد أو يمسك " متفق عليه
"dari Ibnu Umar r.a bahwa dia menceraikan isterinya dalam keadaan haidh, bertanyalah Umar kepada Rasulullah SAW tentangnya, beliau menjawab: "Perintahkan dia untuk merujuknya sampai wanita tersebut suci, kemudian haidh lagi yang berikutnya, kemudian suci kembali, kemudian setelah itu ceraikanlah atau hendaklah dia menahannya"
b.      Bid'ah dalam jumlah: Seperti dengan menjatuhkan talak tiga dalam satu kalimat, atau menceraikannya tiga kali berurutan dalam satu majlis, seperti perkataan: kamu cerai, kamu cerai, kamu cerai.
Talak seperti ini haram, namun tetap jatuh, pelakunya berdosa. Talak tiga dengan satu kalimat atau beberapa kalimat berurutan dalam keadaan satu suci tidak jatuh kecuali hanya satu talak dibarengi dengan dosa.[12]
H.    Talak Roj'i dan Bain
1.      Talak Roj'i: Seorang suami menceraikan isterinya yang telah disetubuhi dengan satu talak, dia memiliki hak untuk merujuknya jika mau, selama masih dalam iddahnya. Apabila dia merujuknya kemudian menjatuhkan talak kedua, diapun masih memiliki hak untuk merujuknya kembali selama masih dalam iddahnya. Dalam dua keadaan tersebut dia masih sebagai isterinya, mereka berdua masih saling mewarisi, dan wanita tersebut masih berhak untuk mendapat nafkah dan tempat tinggal.
Wajib bagi wanita yang dicerai dengan talak roj'i, yaitu dia yang mendapat talak satu dan dua setelah disetubuhi atau berkholwat, untuk tetap tinggal  dan beriddah dirumah suaminya, dengan harapan agar dia merujuknya kembali, dianjurkan baginya untuk berdandan dihadapannya agar berkeinginan untuk merujuknya, tidak dibolehkan bagi suami untuk mengeluarkannya dari rumah, walaupun dia tidak merujuknya, sampai iddahnya selesai.
2.      Talak Bain: Yaitu talak yang menjadikan isteri terpisah bersama suaminya secara menyeluruh, dia terbagi menjadi dua:
a.      Bain shughra (kecil): Jika talak masih kurang dari tiga, ketika suami menceraikan isterinya satu talak, seperti yang telah lalu, kemudian iddahnya habis dan dia tidak merujuknya, keadaan ini disebut talak bain shughra.
Suami tersebut masih memiliki hak yang sama dengan lelaki lainnya, yaitu menikahinya dengan akad dan mahar baru, walaupun wanita tersebut tidak menikah dengan laki-laki lain. Begitu pula ketika dia telah menjatuhkan talak kedua dan tidak dirujuknya ketika masih dalam iddahnya, maka ia dapat menikahinya dengan akad dan mahar baru walaupun belum dinikahi oleh laki-laki lain.
b.      Bain kubra (besar): Yaitu talak yang telah lengkap menjadi tiga, ketika seorang pria telah menjatuhkan talak ketiga, berpisahlah keduanya secara keseluruhan, wanita tersebut tidak halal baginya sehingga menikah lagi dengan laki-laki lain secara syar'i dan dengan niat hidup bersama. Laki-laki kedua ini berkholwat serta menyetubuhinya setelah iddahnya selesai, dan jika dia menceraikannya lalu wanita tersebut selesai dari iddahnya, barulah diperbolehkan bagi suami pertama untuk menikahinya kembali dengan akad dan mahar baru, seperti lainnya.
Wanita yang mendapat talak tiga beriddah dirumah keluarganya, karena dia tidak halal lagi bagi suaminya, sebagaimana dia tidak berhak lagi atas nafkah dan tidak pula tempat tinggal, namun dia tetap tidak boleh keluar dari rumah keluarganya kecuali jika memiliki kepentingan.
Apabila seorang suami merasa ragu dalam mentalak atau ketika memberi syarat padanya, maka secara asal pernikahannya tetap berjalan sampai ada kepastian akan hal tersebut.
Apabila suami berkata kepada isterinya (permasalahan ini terserah kamu), ketika itu permasalahan talak berada ditangan isteri dan dia bisa menceraikan dirinya sampai tiga kali menurut sunnah, kecuali jika suaminya berniat hanya memberikan satu talak saja.[13]
I.       Hikmah disyari'atkannya Talak
Allah mensyari'atkan pernikahan untuk mendirikan kehidupan suami isteri yang mapan, dibangun atas kecintaan dan kasih sayang diantara keduanya, saling menjaga kehormatan pasangannya, mendapat keturunan dan sebagai penyalur syahwat.
Apabila tujuan-tujuan tersebut ada yang ternodai ataupun rusak salah satunya yang disebabkan oleh buruknya akhlak salah satu dari suami-isteri, adanya kebiasaan yang tidak disukai atau buruknya hubungan diantara keduanya, ataupun lainnya dari penyebab yang mengarah kepada pertikaian terus menerus yang menjadikan kehidupan suami-isteri mereka menjadi berat, apabila permasalahannya telah sampai pada batas ini, Islam telah mensyari'atkan suatu rahmat kepada pasangan tersebut dengan sebuah jalan keluar, yaitu talak (perceraian).
Allah berfirman:
] يا أيها النبي إذا طلقتم النساء فطلقوهن لعدتهن وأحصوا العدة واتقوا الله ربكم لا تخرجوهن من بيوتهن ولا يخرجن إلاّ أن يأتين بفاحشة مبينة وتلك حدود الله ومن يتعدّ حدود الله فقد ظلم نفسه لا تدري لعلّ الله يحدث بعد ذلك أمرًا [
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diidzinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru" (Ath-Thalaaq: 1)


[1] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Daar Tahuq an-Najah (1422 H) Juz: 7 Hlm: 41.
[2] Ibid.. Hlm: 43.
[3] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Daar Kutub al-Araby (Beirut: 1977) Juz: 2 Hlm: 241.
[4] Zakariya al-Anshari, Fathul Wahab, Daarul Fikr (Beirut: 1994) Juz: 2 Hal: 87.
[5] 'Abd Rahman al-Jaziry, Al-Fiqh 'Ala al-Madzahibil arba'ah, Daar Kutub 'Ilmiyyah (Beirut: 2003) Juz: 4, Hlm: 249.
[6] Ibid.. Hlm: 262.
[7] Jabir bin Musa, An-Nikah wa at-Thalaq aw az-Zawaj wa al-Firaq, (Ar-Rihaab) Hlm: 22.
[8] Al-Mawardi, al-Iqna' fi Fiqh Syafi'I, Hlm: 146.
[9] Sayyid Sabiq, Ibid.. Juz: 2 Hlm: 262.
[10] Ibid.. Hal: 302.
[11] Imam Muslim, Sahahih Muslim, Ihya' At-Turats 'Araby (Beirut) Juz:2 Hlm: 1093.
[12] Sayyid Sabiq, Ibid.. Juz: 2 Hal: 265.
[13] Ibid.. Juz: 2 Hlm: 272.

Author: MOHD ZACK

Assalamu'alaikum, Saya Penulis di blog ini, silakan Share jika tulisan ini bermanfaat. Terima Kasih atas kunjungan anda. Kritik dan saran silakan di poting di kolom komentar.

0 komentar:

E-mail Newsletter

Kirim alamat E-mail anda untuk mengikuti pembaruan dari kami.

Recent Articles

© 2015 Waajibaty | Distributed By Zacky | Created By Zacky
TOP