Friday, July 29, 2011

ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA

By MOHD ZACK  |  8:00 PM No comments

A. Ilmu pengetahuan dalam perspektif Filsafat
Pertama kali yang harus kita ketahui dalam kaitannya dengan pengetahuan seperti lazimnya (knowledge) dan ilmu pengetahuan (science). Prof. Ir. Pudjawijatna mendefinisikan pengetahuan sebagai pengetahuan yang tentang hal-hal yang berlaku umum, dan tetap serta pasti dan yang terutama dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.
Sementara itu Dr. Moh. Hatta menulis: pengetahuan yang didapat dari jalan pengalaman disebut pengetahuan. Sedangkan pengetahuan yang di dapat dari jalan keterangan disebut ilmu. Pengetahuan dibedakan atas beberapa macam antara lain:
a. Pengetahuan biasa, pengetahuan tentang hal-hal yang biasa, yang sehari-hari, yang selanjutnya bisa disebut pengetahuan.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahan yang mempunyai sistematika dan metode tertentu, yang selanjutnya bisa disebut ilmu pengetahuan.
c. Pengetahuan filosofis, yaitu “ilmu” yang istimewa yang berusaha menjawab masalah-masalah yang belum terjawab oleh ilmu-ilmu biasa yang selanjutnya bias disebut filsafat.
d. Pengetahuan theologies, yaitu pengethuan keagamaan, pengetahuan tentan agama, dan pemberitahuan tentang berita dari tuhan.

Sedangakan makna eksplisit dari ilmu pengetahuan (science) itu sendiri adalah semacam pengetahuan yang mempunyai cirri, tanda, dan syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional dan empiris, umum dan komulatif, yang merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan pemikiran dan pendengaran manusia.
Dengan kata lain, ilmu pengetahuan adalah hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistim mengenai kenyataan, struktur, pembagian, hukum-hukum tentang hal ihwal yang diselidikinya (alam, manusia dan juga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan ekspirimental.
Pada hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah (yang menurut para ahli dimulai pada zaman yunani kuno) itu merupakan suatu revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir menurut gagasan-gagasan magis dan mitologi yang bersifat gaib dan tidak rasional.
Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran segala sesuatu dalam berkelana mencari pengetahuan dan kebenaran itu menusia pada akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut atau yang mutlak yaitu ‘Causa Prima’ daripada segala yang ada yaitu Allah Maha Pencipta, Maha Besar, dan mengetahui. Oleh karena itu tepat sekali apabila disebutkan bahwa manusia itu adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam mencari kebenaran itu manusia selalu bertanya. Dalam kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul.
Manusia ingin mengetahui asal mula dan tujuannya, perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara sistematis dan metodis telah dikelompokan kedalam berbagai disiplin keilmuwan. Namun demikian karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejumlah besar pertanyaan tetap relevan dan aktual seperti yang muncul pada ribuan tahun yang lalu, yang tidak terjawab oleh Ilmu pengetahuan seperti antara lain: tentang asal mula dan tujuan manusia, tentang hidup dan mati, tentang hakikat manusia sebagainya.
Ketidakmampuan Ilmu pengetahuan dalam menjawab sejumlah pertanyaan itu, maka Filasafat tempat menampung dan mengelolahnya.
Filsafat adalah ilmu yang tanpa batas, tidak hanya menyelidiki salah satu bagian dari kenyataan saja, tetapi segala apa yang menarik perhatian manusia. Bahwa ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor eksitensi manusia, sebagai bagian dari alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya dipersembahkan.
Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkan harus dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya pendidikan keilmuwan bukanlah semata-mata ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan yang pandai dan trampil, tetapi juga bermoral tinggi.
Untuk menjelaskan selanjutnya hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, kita kemukakan pendapat Aristoteles tentang abstraksi. Menurut beliau pemikiran manusia melampaui 3 jenis abstraksi (kata Latin ‘abstrahere’ yang berarti menjauhkan diri, mengambil dari). Dari setiap jenis abstraksi itu menghasilkan satu jenis pengetahuan yaitu :
Pertama, Pengetahuan Fisis. Dalam kenyataannya manusia mulai berpikir bila ia mengamati, mengobservasi sesuatu. Faktor keheranan, kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan manusia barulah timbul setelah pengamatan atau observasi lebih dahulu. Peranan ratio atau akal budi manusia melepaskan (mengabstrahir) dari pengamatan inderawi suatu segi-segi tertentu yaitu materi yang dapat dirasakan ratio atau akal budi manusia bersama dengan materi yang 'abstrak' itu menghasilkan pengetahuan yang disebut "fisika' (dari kataYunani 'Physos' = alam).
Kedua, pengetahuan Matematis atau Matesis. Selanjutnya manusia masih mempunyai kemampuan untuk dapat mengabstrahir atau melepaskan lebih banyak lagi Bahwa kita dapat melepaskan materi yang kelihatan dari semua perubahan yang terjadi. Hal ini dapat terjadi bila ratio atau akal budi manusia dapat melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti saja. Dengan kemampuan abstraksi ini manusia dapat menghitung dan mengukur, karena perbuatan menghitung. dan mengukur itu mungkin lebih dari semua gejala dan semua perubahan dengan menutup indera mata. Adapun jenis pengetahuan yang dihasilkan oleh abstraksi ini disebut 'matesis' (matematika) (kata Yunani'mathesist = pengetahuan ilmu).
Ketiga, Pengetahuan Teologis atau Filsafat Pertama. Pada tahap terakhir manusia juga dapat mengabstrahir dari semua materi, baik materi yang dapat diamati, maupun yang dapat diketahui. Apabila manusia berpikir tentang keseluruhan realitas tentang sangkanparannya (asal mula dan tujuannya), tentang jiwa manusia, tentang cita dan citranya, tentang realitas yang paling luhur, tentang Tuhan, maka berarti tidak hanya terbatas pada bidang fisika saja tetapi juga bidang matematika yang sudah ditinggalkannya. Di sini terbukti bahwa semua jenis pengamatan tidak berguna. lagi Adapun jenis berpikir ini disebut 'teologi' atau filsafat pertama, Sesuai dengan tradisi setelah Aristoteles pengetahuan jenis ketiga ini, disebut 'metafisika, bidang yang datang setelah (meta') fisika. Menurut Aristoteles baik bidang metafisika, bidang matematika maupun bidang fisika, masih merupakan kesatuan yang keseluruhannya disebut ’filsafat' atau metafisika.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Demikian pula tentang baik buruk, semua itu (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral (filsafat Etika), tentang indah dan jelek (termasuk ilmu) semuanya berpaling kepada pengkajian filsafat Estetika.
B. Syarat dan karakteristik Ilmu Pengetahuan
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut:
1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial).
2. Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif diantaranya adalah : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k) sampling yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3. Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). Ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.
Sedangkan karakteristik ilmu pengetahuan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif.
2. Koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan.
3. Reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi.
4. Valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal.
5. Memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum.
6. Akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi.
7. Dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
C. Ilmu pengetahuan dalam perspektif Agama
Terminology yang perlu kita pahami dari Ilmu Pengetahuan adalah bahwa Ilmu Pengetahuan hanyalah sebuah media untuk mengungkap kebenaran. Namun Ilmu Pengetahuan bukanlah kebenaran itu sendiri. Kebenaran bersifat mutlak dan berdiri sendiri, sedangkan Ilmu Pengetahuan hanyalah persepsi manusia terhadap kebenaran itu, baik secara kelompok maupun pengertian individu. Adakalanya pemahaman atas Ilmu Pengetahuan itu selaras dengan kebenaran, adakalanya merupakan persepsi yang salah kaprah.
Ilmu pengetahuan hanyalah masalah persepsi, baik secara individu maupun kolektif. Persepsi itu hanyalah merupakan titik temu keyakinan banyak orang, bisa jadi ketika ditemukan realitas baru, keyakinan-keyakinan yang sebelumnya sangat dipercaya oleh banyak orang justru ditinggalkan dan dianggap salah.
Sedangkan Agama, justru sebaliknya, adalah realitas kemanusiaan. Agama hadir sebagai jawaban atas realitas kemanusiaan. Agama adalah kebenaran itu sendiri. Manusia boleh ikut atau tidak ikut beragama namun agama tetaplah kebutuhan manusia sepanjang sejarah.
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta “a” yang berarti tidak dan “gam” yang berarti pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun dalam kehidupan manusia. Ternyata agama memang mempunyai sifat seperti itu. Agama, selain bagi orang-orang tertentu, selalu menjadi pola hidup manusia. Sementara itu dalam kamus besar bahasa Indonesia agama diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dng pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama me-mang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Di sisi lain kata religi berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mem-punyai sifat mengikat bagi manusia. Seorang yang beragama tetap terikat dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama.
Hal pertama yang dibahas oleh agama adalah mengenai ketuhanan. Mengapa demikian? Karena inilah masalah pokoknya. Semua masalah kemanusiaan sepanjang zaman adalah masalah pemikiran, sedangkan pemikiran manusia bergerak atas ideologi atau landasan berpikir yang dimiliki manusia tersebut. Semua manusia digerakkan oleh pikirannya, dan pikirannya digerakkan oleh ideologinya, sedangkan ideologinya bergerak atas dasar Tujuan atau visi hidupnya.
Dalam islam, ideology adalah system hubungan (relation) antara ide yang terbit atau terpancar dengan lengkapnya dari suatu ide asasi, yaitu “keesaan ilahi” (ahadiyah atau wahdaniyah), dan ini merupakan suatu kesatuan yang selaras. Menegenai system hidup islam, telah dikatakan dalam al-Qur’an bahwa system itu sesuai dengan tempat kedudukan manusia di semesta alam. Oleh sebab itu sudah sewajarnya manusia harus melaksanakan peranannya dalam evolusi kreatif yang dilancarkan oleh Allah swt. Sebagaimana halnya dijalankan oleh seluruh ciptaan Nya.
Sedangkan Tuhan adalah pusat orientasi hidup. Ketika manusia misalnya menjadikan uang atau kekuasaan sebagai pusat orientasi hidup maka disaat itulah ia tersesat dan semua menjadi buruk. Banyak sekali pusat-pusat orientasi manusia yang akan membawa manusia kearah ketersesatan.
Maka dari itu masalah kemanusiaan yang sangat serius sejak dulu hingga sekarang adalah masalah ketuhanan, orientasi atau dalam bahasa arab disebut sebagai kiblat atau visi. Kiblat artinya arah orientasi sesembahan. Kearah mana manusia itu bergerak dan apa visi hidupnya. Ketika visi hidupnya salah maka pasti seluruh hidupnya akan salah.
Dan hanya ada satu alasan yang betul- betul logik, komprehensif, dan alasan inilah yang akan mampu membawa manusia kearah kejayaan dan kesejahteraan maksimal, tanpa konflik dan tanpa masalah. Alasan itu adalah dengan adanya kiblat ketuhanan yang benar. Tuhan atau orientasi berpikir manusia haruslah benar . Alasan itulah spirit universal yang menyeluruh. Dialah Allah, yang memiliki identitas Esa, Ialah Kebenaran, Ia lah Keadilan, Ia lah kesucian, Ia lah Kebijaksanaan, Ialah Identitas Spiritual kemanusiaan. Dialah yang Esa (Ahad) . Dan Identitas Dia yang Esa itulah yang seharusnya menjadi pusat orientasi manusia sepanjang zaman.
Sehingga manusia akan bergerak atas dasar orientasi spiritual yang benar. Efeknya adalah pasti positif. Contoh, seorang polisi menggunakan pistolnya untuk menembak penjahat karena alasan menegakkan kebenaran, bukan karena arogansi kekuasaan, begitupula dengan pergerakan ekonomi, tak ada saling ekploitasi, semua bergerak atas dasar kemanusiaan dan pemerataan ekonomi. Tak ada hak- hak yang diabaikan, semua bergerak dengan tujuan atau orientasi ketuhanan yang benar.
Agama adalah sebuah harapan perbaikan menyeluruh. Agama bukan hanya untuk agama tertentu saja, namun agama adalah untuk seluruh manusia dan seluruh perbaikan. Agama bukanlah hal yang tidak masuk akal, justru agama adalah rasionalitas menyeluruh (Nabi Muhammad).
Pada awal perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam;, terdapat dikhotomi yang ketat antara ilmu-ilmu agama dan ilmu sekuler, hal ini sangat disayangkan kerena telah mengarahkan pada pemisahan yang tidak bias dipertemukan lagi antara keduanya. Katakanlah al-Ghazali dalam kitabnya yang terkenal yaitu Ihya’ ‘ulumuddin menyebutkan kedua jenis ilmu tersebut sebagai ilmu syar’iyyah dan ilmu ghairu syar’iyyah, sedangkan ibnu khaldun mengklasifikasikannya sebagai ilmu naqliyyah dan ilmu ‘aqliyyah. Meskipun demikian pada perkembangannya hal ini tidak dibedakan, dalam artian tidak ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu sekuler.
D. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Pengetahuan dan Agama
Secara sekilas, kita banyak dapati pertentangan antara akal dan wahyu, antara sains dan wahyu.Wahyu yang diturunkan oleh Tuhan tidak selamanya bisa diterima oleh akal. Perkembangan ilmu pengetahuan kadang bertentangan dengan wahyu, sehingga seolah hal tersebut bertentangan dan bertolak belakang. Padahal jika dikaji lebih lanjut kita akan banyak menemukan Hikmah dibalik apa yang telah diwahyukan Allah dan Rosulnya.
Ilmu pengetahuan (science) dan agama mempunyai beberapa titik persamaan yaitu bertujuan untuk mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam dan (termasuk didalamnya) manusia. Agama dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban tenteng segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia baik tentang alam, manusia, maupun tentang tuhan.
Sedangkan titik perbedan antara ilmu pengetahuan dan agama adalah ilmu pengetahuan bersumber dari akal (ra’yu) manusia. Sedangkan agama bersumber dari wahyu tuhan. Ilmu pengetahuan menghampiri kebenaran dengan jalan penelitian (research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperiman). Sedangkan manusia mencari dan menemukan kebenaran dalam agama dengan jalan mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci yang notabene merupakan wahyu tuhan.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang bersifat positif dan nisbi (relative) yang berlaku sampai saat ini. Sedangkan kebenaran agama bersifat absolute (mutlak), karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh dzat yang maha benar, maha mutlak, yaitu Allah swt.
Dari keterangan diatas jelaslah, bahwa pengetahuan yang mengedepankan akal dalam berobservasi tidak bisa dipisahkan dari agama, begitu juga agama tidak bisa dipisahkan dari ilmu pengetahuan, keduanya dapat terjalin hubungan erat. Allah telah menganugerahkan manusia dengan akal yang merupakan alat untuk memahami dunia, dan untuk memenuhi segala kebutuhannya juga untuk mendukung posisinya sebagai khalifah. Sementara itu, wahyu merupakan sarana untuk menuntun manusia terhadap segala pengetahuan tentang tujuan hidupnya, dengan demikian sebenarnya akal dan wahyu saling melengkapi satu sama lainnya dan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa integrasi keduanya pernah membentuk satu peradaban yang menakjubkan, serta saling menguat satu sama lain. Selama kurun waktu tersebut peradaban Islam menyinari dunia, termasuk barat.
E. Bukti Ilmiah adanya Tuhan (Agama)
Ilmu pengetahuan telah mendapatkan suatu kewibawaan yang hamper-hampir mustahil dapat di ganggu gugat, dan sebagai konsekuensinya orang ingin mencari “bukti-bukti ilmiah” tentang adanya tuhan.
1. Pembuktian dari segi Ontologi
Menyatakan bahwa tuhan ada berdasarkan atas definisi tentang tuhan, definisi tidaklah “berarti” atau “beranggapan”, apa yang didefinisikan adalah merupakan kenyataan. Jika diinginkan, manusia dapat mambuat definisi apapun yang dikehendaki dalam batas-batas yang dapat dipahami akal serta kegunannnya.
Misalnya kita mendefinisikan tuhan sebagai “sesuatu (yang ada) dan yang sempurna”. Sesuatu yang sempurna dapat di definisikan sebagai “sesuatu yang mempunyai segala sifat positif yang (mungkin) ada”. Misalnya, kita memperhatikan seseorang yang mempunyai sifat keindahan dan orang yang lain yang mempunyai sifat keindahan dan kecerdasan. Point yang terakhir ini yang mendekati kesempurnaan, apabila kini ditambahkan dengan sifat yang lain, misalnya kebaikan hati, maka orang yang mempunyai sifat positif lebuh banyak adalah orang yang dinyatakan sempurna.
“Ada” adalah suatu sifat, secara sederhana berarti ada merupakan suatu sifat yang dipunyai oleh obyek-obyek tertentu, yaitu obyek yang ada. Jadi sesuatu (yang ada) yang sempurna mempunyai sifat ada (secara terdefinisi).
2. Pembuktian dari segi Psikologi
Pembuktian ini didasarkan atas kenyataan, kita mempunyai suatu pengertian atau gagasan tentang tuhan sebagai sesuatu yang sempurna, tetapi kita coba untuk menerangkan asal gagasan ini. Gagasan diperleh dari jenis pengalaman tertentu atau dari gagasan-gagasan yang lain yang digabungkan, diperbandingkan, dan sebagainya. Tetapi semua hal yang kita ketahui yang sebagai hasil pengalaman inderawi sesungguhnya jauh dari kesempurnaan. Sebagai konsekuensinya kita tidak mungkin memperoleh pengertian tentang kesempurnann dari sumber-sumber semacam itu. Gagasan tentang kesempurnaan hanya dapat diperoleh dari pengalaman tentang sesuatu yang sempurna.
3. Pembuktian dari segi Kosmologi
Pembuktian ini terangkum dalam salah satu ucapan “tuhan pasti ada, sebab jika tidak demikian siapakah yang mengawali segala sesuatu?”. Dengan kata lain segala sesuatu tentu mempunyai awalan dan permulaan dan apapun yang berawal permulaan tentu mempunyai sebab. Dalam hal alam semesta, yang dapat menjadi sebab itu hanyalah Tuhan.
4. Pembuktian dari segi Theologi
Perhatikan Alam semesta disekitar kita, angkasa raya yang luar biasa rumitnya tersusun dengan baik dan teratur. Lingkaran kehidupan yang termuat dengan jelas selalu ada ketertiban dan keterencanaan. Hokum ilmu pengetahuan merupakan ungkapan-ungkapan tentang ketertiban dan keteraturan ini. Susunan yang tertib itu tentu mengandung suatu tujuan dan tentu berarti adanya suatu pencipta. Karena “tujuan” berarti “tujuan yang ingin dicapai sseorang/sesuatu”.

BAB III
SIMPULAN

1. Pertentangan antara Agama dan ilmu pengetahuan yang benar tidak akan terjadi, sebab ilmu pengetahuan adalah usaha manusia dengan akal budinya yang relative berhasil dalam memahami segala sesuatu tentang alam. Sedangkan al-Qur’an yang merupakan wahyu adalah pembukuan dari segenap alam semesta dan keduanya (ilmu pengetahuan dan al-Qur’an) saling menafsirkan.
2. Penafsiran antara keduanya tidak akan pernah kontradiktif karena keduanya berasala dari Allah swt. Yang pertama adalah sabda Allah (the words of Allah) dan yang kedua adalah karya Allah (the works of Allah).
3. Perbedaan (bukan pertentangan) perumusan antara agama (al-Qur’an) dan ilmu pengetahuan yang benar adalah mungkin saja.

DAFTAR PUSTAKA

Pudjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta, 1963.
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, Jakarta, 1954.
Endang Saifudin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, Mizan ,Bandung, 2005.
C. Verhaak, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1979.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Soedewo P.K., Islam dan Ilmu Pengetahuan, Darul Kutub Islamiyah, Jakarta, 2007.
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Darul Ma’rifah, Beirut, tth.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Ismaun, Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), UPI, Bandung, 2001.

Author: MOHD ZACK

Assalamu'alaikum, Saya Penulis di blog ini, silakan Share jika tulisan ini bermanfaat. Terima Kasih atas kunjungan anda. Kritik dan saran silakan di poting di kolom komentar.

0 komentar:

E-mail Newsletter

Kirim alamat E-mail anda untuk mengikuti pembaruan dari kami.

Recent Articles

© 2015 Waajibaty | Distributed By Zacky | Created By Zacky
TOP