Saturday, March 11, 2017

Epistemologi Jabir Bin Hayyan dan Islamisasi Sains

By Unknown  |  5:54 AM No comments

A.    Biografi Jabir bin Hayyan
Khurasan adalah nama sebuah daerah di utara Persia (Iran) dan Sijistan (Pakistan) yang kini termasuk dalam daerah Afghanistan. Di daerah inilah Jabir bin Hayyan lahir pada sekitar 100 H atau 721 M. Nama lengkapnya adalah Abu Musa Jabir bin Hayyan Al-Shufiy Al-Azadiy atau Abu Abdullah Jabir bin Hayyan.  Terkadang beberapa sejarawan menyebutnya dengan Al- Thusi dan Al-Kufi.  Sumber lain juga menyebut bahwa Jabir berasal dari kalangan Shabi`in , yang karenanya diberi laqab Al-Harrani dan termasuk kelompok Mawali. Agaknya dapat dipastikan bahwa keluarga Jabir berasal dari suku Azd dari Arabia Selatan, yang pada masa kebangkitan Islam menetap di Kufah. Ayahnya, Hayyan Al-Attar adalah seorang ahli syi’ah yang juga sebagai penjual obat-obatan. Hayyan berasal dari Syam yang kemudian pindah ke Thus, sebuah kota kecil yang berjarak 27 km dari Utara Masyhad yang dikenal sebagai kota transit bagi para pedagang baik dari Baghdad, Turkistan, ataupun Cina. Sedangkan ilmuan Barat menyebut nama Jabir sebagai “Geber”. Jabir dikenal sebagai Sufi  yang tekun beri’tikaf di sebuah ruangan khusus di dalam rumahnya. Sebagian sumber menyebut Jabir sebagai bagian dari kalangan Shabi`in, dan Jabir juga dikatakan sebagai seorang Syi’ah.[1] Kenyataan ini merujuk kepada kedekatannya dengan salah seorang imam keenam Syi’ah yaitu Ja’far Ash-Shadiq.
Selain Imam Ja’far Ash-Shadiq, [2] Jabir telah pula mendatangi guru lainnya seperti Udha Al-Himar yang kala itu masih merupakan rekan seangkatan dari Khalid Barmaki, dan Yahya. Jabir sempat pula menunjukkan beberapa tulisnya kepada para gurunya itu. Karena kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, Jabir banyak bergaul dengan kalangan orang-orang yang juga mencintai pengetahuan. Jabir tidak hanya mampu mendalami satu bidang ilmu pengetahuan tertentu, Jabir juga mampu menguasai bidang keilmuan lainnya dan sangat beragam. Selain ahli dalam bidang ilmu kimia, beliau juga ahli dalam ilmu yang lain seperti kedokteran, filsafat dan fisika. Hanya saja dari sekian banyak ilmu yang digelutinya, tampaknya ilmu kimia lebih melekat dan menonjol pada tokoh intelektual muslim ini. Jabir adalah ilmuan yang sangat produktif dengan karya yang banyak.[3] Karya-karya ilmu kimianya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di Eropa, termasuk bahasa Latin, dan kemudian diserap oleh ilmu kimia modern. Eropa kemudian mulai mengenali istilah-istilah teknik seperti realiger (sulfit merah dari arsenik), tutia (seng oksida), alkali, antimoni, alembic, dan aludel. Demikian juga Salamoniak (sejenis substansi baru kimia) telah diperkenalkan Jabir yang sebelumnya tidak pernah dikenal oleh orang-orang Yunani.
B.     Epistemologi Jabir bin Hayyan
Diantara epistemologi yang ditemukan dan dikembangkan oleh Jabir bin Hayyan yang paling terkenal adalah metode Eksperimen (Al-Manhaj At-Tajribi) dalam Ilmu Pengetahuan khususnya dalam bidang Kimia. Penemu metode Eksperimental dalam khazanah keilmuan barat adalah David Hume. Namun,jauh sebelum itu Jabir bin Hayyan telah meletakkan dasar-dasar metode eksperimentalnya.[4] Metode Eksperimen ini kemudian berkembang dalam disiplin ilmu-ilmu yang lain. Sebelum melaksanakan eksperimen, Jabir menekankan pentingnya penguasaan teoritis terhadap percobaan yang akan dilakukan. Di samping itu, Jabir bin Hayyan juga menekankan menekankan pentingnya ketelitian dan kecermatan dalam melakukan percobaan dan pengamatan.
Selain metode Eksperimental, Jabir juga memperkenalkan metode perbandingan (Mizan) atau dalam istilah Ushul Fiqh dapat pula diartikan dengan istilah Qiyas. Metode ini juga masih digunakan dalam penelitian-penelitian unsur-unsur Kimia. Metode ini kemudian dilanjutkan oleh peneliti Islam setelahnya yaitu Al-Bairuni.
Jabir juga memperkenalkan Metode penelitian ilmiah yang hampir sempurna, Jabir menggunakan metode Induksi (Istiqra’) dan menyimpulkan (Istinbath/Istidlal) kemudian beliau menggabungkan keduanya setelah menemukan hasil dari penelitiannya. Jabir kemudian membedakan antar aspek Induktif dan aspek pengambilan kesimpulan dalam ilmu pengetahuan. Pertama hal-hal yang dapat diungkapkan oleh panca indera (Bayani) [5] dan kedua hal-hal yang dapat diungkapkan oleh Akal (Burhani) dan Intuisi (Irfani).
Sebagai ilmuan Muslim yang taat, Jabir bin Hayyan juga menyentuh aspek aksiologis dalam ilmu pengetahuan. Jabir yang banyak mendasarkan pengetahuannya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, beliau berpendapat bahwa seorang ilmuan harus mempunyai sifat-sifat tertentu jika ingin penelitiannya berhasil. Diantaranya adalah pesan Jabir kepada murid-muridnya untuk tidak mendahului Ilmu, dalam artian langkah-langkah yang harus dilalui oleh seorang ilmuan adalah mempelajari teori, dilanjutkan dengan Eksperimen dan Aplikasi. Beberapa muridnya menganggap hal ini melelahkan. Namun, jabir menjawab dengan kata-katanya: Bersusah payahlah dahulu jika ingin berhasil.
Jabir juga memberikan ulasan mengenai Akhlak dalam beberapa karyanya. Sebagai seorang Sufi, tentu saja kehidupan Jabir yang dipenuhi dengan menyendiri di salah satu ruangan di rumahnya banyak meneguhkan murid-muridnya dengan aktifitas-aktifitas sufistik seperti Tashfiyah dan Riyadhah. Jabir juga telah mencoba memasukkan pendidikan karekter dalam mendidik murid-muridnya.
Metode-metode ilmiah yang ditemukan oleh Jabir bin Hayyan sangat berpengaruh terhadap perkembangan keilmuan dunia, khususnya dalam bidang sains dan teknologi. Metode eksprimental misalnya, telah digunakan selama berabad-abad dalam penelitian eksakta tentunya dengan penyempurnaan-penyempurnaan dari metode eksperimen yang digunakan oleh Jabir sebagai pelopornya. Dewasa ini telah berkembang pendekatan pembelajaran yang terilhami oleh metode eksperimental yang dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan eksakta. Pendekatan itu adalah pendekatan Scientific yang digunakan dalam kurikulum 2013 untuk semua mata pelajaran.
Peran Jabir terhadap perkembangan keilmuan dunia tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata, pelopor dalam metode-metode ilmiah terkenal ini telah melampaui batas-batas ruang dan waktu yang tidak bias ditempuh oleh Ilmuan-ilmuan barat. Ilmuan Muslim yang melandaskan corek keilmuannya terhadap Al-Qur’an dan Haidits inilah yang kemudian membawa Islam maju melampaui umat-umat sebelumnya.
Jabir bin Hayyan juga mempunyai prinsip ketauhidan yang kokoh, prindip ketauhidan ini dapat dilihat dari setiap tulisannya yang tidak lepas dari kalimat-kalimat yang mengingatkan pembaca atas kebesaran Allah dan kalimat-kalimat Thayyibah. Maka, tak heran jika dibaca lebih lanjut tulisan-tulisan Jabir yang banyak bernuansa eksakta Kimia itu lebih seperti khutbah yang diawali dengan puji-pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi besar Muhammad saw. Jabir juga banyak mengintegrasikan nilai-nilai tekstual keagamaan dalam produk keilmuannya, sehingga tidak jarang jabir menguti ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadits yang berkaitan dengan penelitiannya.[6] Berdasarkan hal ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Jabir bin Hayyan adalah ilmuan yang melakukan penelitian ilmiahnya dan sedikit banyak terilhami oleh beberapa ayat Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Namun, sebagaimana ilmuan Muslim lainnya, ketika mendapatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teks keagamaan, maka sikap yang diambil adalah mauquf dan tetap meyakini kebenaran teks. Hal ini sangat berbeda dengan ilmuan-ilmuan barat yang menganggap kebenaran ilmu pengetahuan adalah final meskipun bertentangan dengan teks keagamaan.
Dalam konsep metode ilmiahnya, Jabir memberikan nasehat spiritual yang cukup panjang. Di samping menyarankan untuk tetap berikhtiar, Jabir menawarkan solusi ruhani, agar tidak mudah berputus asa, dan tidak menunda-nunda untuk tetap mempelajari konsep mizan.  Berikutnya, secara rinci Jabir menasehati agar mensucikan diri dengan air, memakai pakaian yang bersih, kemudian shalat istikharah, berdoa dan menyampaikan hajatnya kepada Allah SWT, kemudian bershadaqah. Dari gambaran tersebut, tampaknya Jabir menyadari betul bahwa ilmu pengetahuan pada hakekatnya berasal dari Allah SWT, al-‘Alim, yang karena itu, kepada Nya jualah, permohonan untuk untuk mendapatkan ilmu dipanjatkan.  
Konsep spiritual seorang ilmuan yang diajarkan Jabir memberikan banyak pelajaran dalam pengembangan keilmuan modern dalam bidang apapun. Jabir, seorang ilmuan besar, dari tangannya lahir karya-karya besar yang mampu membuat dunia berdecak kagum, adalah seorang yang tawadhu’ dan tawakkal menyerahkan semuanya kepada sang pencipta. Hal ini sangat penting untuk diakomodasi dalam kehidupan modern. Betapa tidak, ilmuan modern yang hanya mempunyai satu-dua buah karya saja banyak sekali yang lalai terhadap Rabbnya.
Jabir juga memberikan konsep Islamisasi dan spiritualisasi sains dari pandangan-pandangannya dalam banyak tulisannya. Spiritualisasi sains nampaknya juga menjadi kecendrungan perkembangan sains modern, baik di Barat maupun di dunia Islam.  Dalam upaya ini, dunia Islam mengenal tokoh-tokoh yang menggaungkan pentingnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan, semisal Ismail Raji Al-Faruqi, Nequib al-Attas, Ziauddin Sardar, Mehdi Ghoulsyani, dan lain lainnya. 
Rahimahu Allah Jabir bin Hayyan.



[1] Secara Implisit, Jabir tidak mejelaskan dalam tulisan-tulisannya bahwa ia adalah penganut Madzhab Syi’ah. Namun, analisis Corbin dalam salah satu tulisan Jabir yang berjudul Kitab Al-Majid menjelaskan mengenai Falsafah Huruf Mim, Ain, dan Sin, yang menjelaskan tentang Maqamat Syiah Itsna Asyariyah, Ismailiyah, dan Fathimiyah. Lihat Corbin, The History Of Islamic Thinking, Terj. Arab: Nashir Marwah (Beirut: Uwaidat, 1998), hlm. 207.
[2] Ja’far Shodiq bukan hanya dikenal sebagai pendiri madzhab hukum Syi’ah dua belas Imam atau lebih dikenal dengan madzhab Ja’fari, tetapi juga menjadi tokoh penting dalam pengetahuan esoteris. Lihat As-Shafdy, Al Wadi bi Al-Wafayat (Beirut: Dar Ihya’ Turats Araby, 2000), hlm. 27.
[3] Karya tulisa Jabir bin Hayyan disebutkan sekitar 232 Buku dan ada yang menyebutkan 500 lebih karya tulis. Az-Zarkali, Al-A’lam (Dar Al-Ulum li Al-Malayin, 2002), Vol. 2, hlm. 103.
[4] Jabir menjelaskan: “Barang siapa yang melakukan eskperimen, dia akan menjadi ilmuwan sejati. Adapun orang yang tidak melakukan eksperimen, dia tidak akan menjadi ilmuwan.  Proses kimia harus dilakukan dengan eksperimen, karena dengan eksperimen orang akan menjadi mahir, dan tanpa eksperimen ilmu seseorang tak berarti apa-apa.” Lihat: Jabir Bin Hayyan, Kitab As-Sab’in dalam Ahmad Farid Al-Mazidi, Rasa’il Jabir bin Hayyan (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2006), hlm. 431.
[5] Jabir juga memberikan klasifikasi hal-hal yang dapat diungkapkan oleh Akal yaitu yang tidak membutuhkan dalil dan yang membutuhkan dalil (hujjah).  Lihat: Jabir Bin Hayyan, Kitab Al-Baht dalam Ahmad Farid Al-Mazidi, Rasa’il Jabir bin Hayyan (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2006), hlm. 450.
[6] Ketika menjelaskan tentang lalat, jabir mengutip QS. Al-Baqarah (2): 6 dan hadits dua sayap lalat yang mengandung racun dan obat. Jabir bin Hayyan, Kitab Al-Ahjar  dalam Ahmad Farid Al-Mazidi, Rasa’il Jabir bin Hayyan (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2006), hlm.38.

Author: Unknown

Assalamu'alaikum, Saya Penulis di blog ini, silakan Share jika tulisan ini bermanfaat. Terima Kasih atas kunjungan anda. Kritik dan saran silakan di poting di kolom komentar.

0 komentar:

E-mail Newsletter

Kirim alamat E-mail anda untuk mengikuti pembaruan dari kami.

Recent Articles

© 2015 Waajibaty | Distributed By Zacky | Created By Zacky
TOP