PEMBAHASAN
ASPEK AFEKTIF DALAM PERKEMBANGAN
BAHASA
A.
Pengertian Perasaan
Dalam kamus Psikolinguistik afektif berarti gaya atau makna
yang menunjukkan perasaan (emotif). Karena aspek afektif berhubungan dengan
perasaan, maka makalah ini akan membahas tentang perasan.
Pengertian perasaan sendiri adalah suatu keadaan kerohanian
atau peristiwa kejiwaan yang kita alami setiap hari. Beberapa dari sifat
perasaan ialah senang atau sedih, kuat atau lemah, lama atau sebentar, bersifat
ank era.[1]
B.
Reaksi
Emosional
Reaksi
emosional merupakan gejala jiwa yang memiliki bermacam-macam reaksi dan variasi,
diantaranya:
1. Terkejut, ialah reaksi yang terjadi secara tiba-tiba karena
adanya hal-hal yang tidak disangka sebelumnya.
2. Sedih, ialah kekosongan jiwa karena kehilangan sesuatu yang
disayangi.
3. Gembira, ialah rasa positif terhadap sesuatu yang dihadapi.
4. Takut, ialah perasaan lemah atau rasa tidak berani
menghadapi sesuatu.
5. Gelisah, ialah suasana jiwa yang belum diketahui
kepastiannya atau ketidak-tentuan mengenai sesuatu.
6. Khawatir, ialah merasa tidak berdaya dan disertai rasa
terancam.
7. Marah, ialah perasaan emosi yang kuat.
8. Heran, ialah reaksi terhadapt sesuatu yang belum pernah
dialami.
9. Giris, ialah perasaan yang timbul akibat dari tidak adanya
kesimbangan antara dirinya dengan lingkungannya.[2]
C.
Gangguan
Perasaan
1. Melancholia atau depresi
Perasaan ini mempunyai ank selalu muram, sedih dan susah. Depresi bisa
juga akibat dari pengalaman yang tidak mengenakkan atu tidak diinginkan. Bahkan
karena keputus asaan dan tidak tahu jalan keluar, manusia bisa mengalami
depresi. Oleh sebab itu bila penderita depresi tidak segera mendapat
pertolongan, kemungkinan besar mereka akan melakukan bunuh diri.
2. Maniso
Orang penderita maniso mempunyai ank
terlalu lincah dan bahkan seperti orang
yang tidak memiliki masalah. Meskipun begitu dalam hati mereka ada rasa sedih
dan susah. Mereka juga bisa tertawa, tapi tertawanya hambar dan kadang-kadang
sinis.
3. Apathesia
Penderita apathesia hampir atau
sama sekali tidak pernah menunjukkan perasaannya. Mereka tidak peduli terhadap
keadaan-keadaan sekitar atau acuh tak acuh.
D.
Perkembangan
Bahasa
Bahasa
adalah cara utama untuk mengkomukasikan isi pikiran. Perkembangan bahasa ini
dimulai dari tingkat fonem sampai tingkat menggunaan kalimat.
Seorang
bayi mempunyai bahasa pertama yaitu tangisan. Rita L. Atkinson dkk dalam bukunya
Pengantar Psikologi menjelaskan bahwa anak lahir ke dunia dengan kemampuan
membedakan bunyi yang bersesuai dengan fonem yang berbeda dalam semua bahasa. Pada
tahun pertama kehidupannya bayi mempelajari fonem mana yang sesuai dengan
bahasanya dan kehilangan kemampuan untuk membedakan bunyi-bunyi yang bersesuai
dengan fonem yang sama dalam bahasanya.[3]
Pada
usia satu tahun keatas, anak mulai berbicara meskipun belum lengkap. Seperti
atit (sakit), itut (ikut), atoh (jatuh) dan lain sebagainya. Pada usia ini anak
masih kesulitan dalam mengucapkan beberapa huruf. Dalam hal kata benda anak
masih memperluasnya. Maksudnya ketika suatu hari ibu mengatakan “mobil”, hari
berikutnya anak melihat motor lalu ia mengatakan “mobil”. Contoh tersebut
terlhat bahwa anak masih memperluas kata yaitu semua yang mempunyai roda ia
anggap mobil.
Sekitar
usia 2,5 tahun perluasan kata mulai menghilang, anak sudah bisa membedakan kata
dalam suatu kalimat. Tapi anak masih belum sempurna dalam mengucapkan kalimat.
Ia masih menggunakan ank e telegram yaitu mengucapkan kalimat singkat.
Perkembangan anak manusia dari segi apapun jauh sekali dari
perkembangan anak binatang apapun, manusia diciptakan sedemikian rupa secara
sempurna sehingga dapat menghasilkan perkembangan yang lebih dari apapun. Hal
ini terutama ditandai dengan perkembangan bahasa dengan catatan anak manusia
tersebut berkembang dalam lingkungan masyarakat manusia juga.
Adanya suara pada anak manusia hanyalah suatu pertanda adanya kesadaran yang sama halnya
juga dialami pada anak binatang, namun ada sisi lain yang berbeda yaitu pada
anak manusia mengalami perkembangan selanjutnya. Untuk membedakan hal tersebut,
fungsi bahasa dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam:
a. Bahasa sebagai alat pernyataan isi jiwa.
b. Bahasa sebagai peresapan (mempengaruhi orang lain).
c. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat.[4]
Bahasa
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan aspek-aspek kecerdasan
manusia. Noam Chomsky, seorang pakar liguistik yang lahir pada 1928 di
Philladelphia. Mengemukakan teori tentang perkembangan bahsa manusia. Pendapat
Chomski ini dimulai dengan gagasannya tentang bakat bahasa, dengan asumsi dasar
bahwa anak yang memperoleh bahasa tidak hanya belajar dari senuah akumulasi
tuturan yang acak, tetapi mempelajari seperangkat kaidah yang mendasari prinsip
pembentukan pola Ujaran. Pada dasarnya seseorang yang memperoleh pengetahuan
bahasa menginternalisasikan sidtem kaidah yang berhubungan dengan bunyi dan
makna.[5]
Selanjutnya,
Chomsky mengembangkan gagasannya tersebut ke arah perkembangan bahasa. Berikut
ini adalah konsep dasar teori Chomsky tentang perkembangan bahasa:
1. Pentingnya aturan-aturan
Sebelum Chomsky dikenal, kebanyakan
orang percaya kepada temuan teori belajar Brown yang disebut gudang
penyimpanan. Anak-anak menbgimitasi orang lain dan memperoleh sejumlah besar
kalimat yang mereka simpan di kepala mereka. Kemudian mereka mencapai
penyusunan kalimat yang tepat saat kejadian-kejadian tertentu muncul. Chomsky
membuktikan kalau pandangan ini tidaklah tepat. Manusia tidak hanya belajar
sejumlah kalimat, karena manusia scara rutin selalu menciptakan kalimat-kalimat
baru.
2. Cara anak yang mengagumkan untuk menguasai aturan bahasa
Chomsky telah memusatkan penelitiannya
kepada aturan-aturan untuk membuat transformasi kalimat, seperti saat kita
mengubah kalimat pertanyaan menjadi kalimat pernyataan.
3. Hipotesis bawaan (Innate Hypothesis)
Chomsky mengatakan kalau pencapaian
linguistic pada anak-anak umumnya terlalu besat untuk bisa dijelaskan jika kita
beranggapan hal itu diajarkan oleh lingkungan.
4. Batasan-batasan bawaan (Innate Constrains)
Pada tingkatan universal, kemungkinan
besar kita cenderung mengkonstruksi bahasa dari blok-blok bangunan tertentu,
seperti kata benda dan kata kerja. Namun Chomsky sendiri lebih percaya kalau
pikiran kitalah yang mempunyai batasan-batasan tertentu, sesuatu yang tertanam
sejak lahir, sehingga kita bisa merasakan ketrbatasan-keterbatasan aturan
tersebut.
5. Struktur permukaan dan struktur dalam[6]
Saat kita menciptakan, memahami dan
mentransformasikan kalimat, secara intuitif kita bekerja di dua tingkatan,
mengikuti struktur permukaan (surface-structure) dan struktur dalam
(deep-structure) kalimat-kalimat.
Pandangan-pandangan
Chomsky mengenai perkembangan bahasa ini sudah menginspirasi banyak peneliti
dan para ahli psikolinguistik untuk mempelajari perkembangan bahasa anak-anak
secara lebih mendetail. Para ahli psikolinguistik tersebut selanjutnya
menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut:
1. Bahasa awal
Sejak lahit, bayi tampaknya terserap ke
dalam bahasa. Bayi membuat gerakan-gerakan tubuh yang sangat halus sebagai
respons terhadap ucapan.
2. Pengucapan suku kata
Pada usia satu tahun, bayi mulai
menggunakan kata tunggal yang dipercaya oleh beberapa peneliti sebagai ekspresi
dari seluruh kalimat.
3. Pengucapan dua kata
Mulai satu setengah tahun, anak mulai
meletakkan dua suku kata scara bersamaan, dan bahasa mereka menunjukkan
struktur tertentu.
4. Pengembangan Gramatika
Antara usia dua sampai tiga tahun, anak
biasanya meletakkan dua atau lebih suku kata secara bersamaan dan meletakkan
subyek dan predikat yang melampaui fungsinya sekedar sebagai agen dan tindakan
saja.
5. Perubahan-perubahan
Antara usia tiga sampai enam tahun,
gramayika anak-anak berubah dengan cepat menjadi cukup kompleks. Umumnya mereka
membuat banyak perubahan disini.
6. Mendekati gramatika orang dewasa
Meskipun anak menguasai banyak aspek
gramatika pada usia 5 atau 6 tahun, sejumlah pengubahan kalimat yang kompleks
masih tidak mau mereka lakukan seperti kesulitan terhadap kalimat pasif.
7. Universalia[7]
Ketika mulai menguasai
perubahan-perubahan kalimat, jelas mereka menggunakan aturan yang berbeda dari
bahasa satu ke bahsa yang lain. Aturan ini bisa saja mengandung keterbatasan
yang bersifat universal sehingga membatasi struktur kalimat yang mereka bentuk
nantinya.
E.
Perolehan
Bahasa
Perolehan
bahasa ialah suatu proses dimana anak bisa berbahasa. Lalu, Mekanisme perolehan
bahasa pada anak-anak dapat dijelaskan dalam tiga pandangan, yaitu[8]:
1.
Pandangan Empiris Murni, yang dipelopori oleh Skinner. Inti
pandangan empiris ialah language is a
function of reinforcement. Menurut pandangan ini, anak menyimpan semua
data (kata-kata yang didengar) dalam ingatannya melalui asosiasi. Kemudian ia
melakukan observasi terhadap lingkungannya, ia akan melihat adanya hubungan
antara entity (kombinasi antara
obyek dengan person) dengan suatu aksi tertentu. Lama kelamaan terjadi asosiasi
yang kuat antara keduannya dan asosiasi tersebut disimpan dalam ingatannya.
Aliran ini juga menganggap penting aspek imitasi dalam perolehan bahasa anak.
2.
Pandangan Aliran Rasionalis Murni, dipelopori oleh
Chomsky. Aliran ini memandang kemampuan bahasa sebagai sesuatu yang bersifat
bawaan. Sedangkan inti pandangan ini adalah
bahasa ialah suatu kemampuan yang khas dipunyai manusia. Maksudnya,
manusia secara biologis memang sudah diprogramkan untuk memperoleh bahasa. Faktor
bawaan ini oleh Chomsky disebut innate
mechanism. Bahwa anak mempunyai innate
mechanism dibuktikan dari cara kalimat yang disusun tidak jauh berbeda
dengan yang didengar.
3.
Model Proses atau Analisis Srategi, inti dari pendekatan
ini adalah suatu model untuk bahasa yang mencoba menjelaskan bagaimana bahasa
itu diproses secara kognitif dan bagaimana manifestasinya dalam tingkah laku. Jadi, berkembangnya ank eras dan ank
eras individu adalah hasil dari prosedur kognitif yang bersifat innate.
F.
Hubungan Aspek
Afektif dengan Perkembangan atau Pemerolehaan Bahasa
Banyak sekali teori yang menjelaskan tentang perkembangan
manusia yang dikemukakan oleh para ahli psikologi namun yang paling mendekati
pembahasan tentang perkembangan afektif adalah teori yang dikemukakan oleh Erik
H. Erikson tentang delapan tahap kehidupan manusia yang berhubungan dengan
biolegis dan afektif.
Adalah Erik H. Erikson, seorang psikolog dari jerman yang lahir
pada 1902 di Frankfurt, Jerman. Erik Mengemukakan teori perkembangan afektif
yang selanjutnya teori ini memiliki pengaruh kuat dalam psikologi setelah teori
psikoanalitik yang dikemukakan oleh Sigmud Freud. Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut
Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat
biologis dan di lain pihak bersifat sosial (afektif), yang berjalan melalui
krisis diantara dua polaritas. Delapan Fase tersebut antara lain:
1.
Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan) Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust –
mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak
mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya,
tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu
kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas
tertentu anak sudah bisa beraktifitas kecil tanpa ditolong oleh orang tuanya,
tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam
berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang
tuanya.
3. Inisiatif vs
Kesalahan. Masa pra sekolah (Preschool Age)
ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah
memiliki beberapa kecakapan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih
terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut
menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak
mau berinisatif atau berbuat.
4. Kerajinan vs Inferioritas. Masa Sekolah
(School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai
kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif
mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Tetapi di pihak lain
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa
rendah diri.
5. Identitas vs
Kekacauan Identitas. Tahap adolesen (remaja), yang dimulai
pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri,
ciri-ciri yang khas dari dirinya. Di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa
setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya.
6. Keintiman vs
Isolasi. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) berusia sekitar 20-30
tahun ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. pada tahap ini timbul
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan
kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Generativitas
vs Stagnasi Masa dewasa (dewasa tengah) sekitar 30
sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan
generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini
individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Namun tidak jarang mengalami hambatan karena
keterbatasan.
8. Integritas vs
Keputusasaan. Adalah orang-orang yang berusia
sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya
kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki
kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah
menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan
oleh usianya yang mendekati akhir.[9]
Tahapan-tahapan afektif yang dikemukakan
diatas sangat besar perannya dalam perkembangan bahasa.
Seiring dengan berkembangnya emosi, sikap, dan nilai, berkembang pula bahasa
yang digunakan individu sebagai implementasi dari perkembangan afektif
tersebut.
Karena
aspek afektif adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan dan perasaan
bersifat ank eras maka aspek ini sangat berpengaruh terhadap bahasa. Misalnya
saja ketika kita marah maka bahasa kita
pasti kasar ank eras.
Karena
referensi tentang pembahasan ini sangat sulit, maka kami akan menjelaskan
hubungan aspek afektif dengan perkembangan atau pemerolehan bahasa dalam sebuah
contoh, diantaranya:
1. Depresi, bisa dikatakan dengan gangguan jiwa ringan. Seorang
penderita depresi sulit untuk memperoleh bahasa Karena ia cenderung menutup diri
dan pikirannya cenderung kosong. Jadi, suatu bahasa sulit untuk ia tangkap.
2. Gagap, disebabkan gangguan emosi. Pengaruh dari emosi marah
merupakan sumber dari kesulitan bicara (gagap). Bisa juga ketika seseorang
sedang tertekan atau takut ia akan berbicara gemetar atau lebih parah lagi
sampai menimbulkan kegagapan.
[1]
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta: 1991), hal.36
[2]
Ibid, hal.72
[3]
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi
jilid 1, (Batam: Interaksara), hal. 579
[4] Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta
(Jakarta: 1996) Hal: 25
[5] Kholid A. Harras, Dasar-dasar Psikolinguistik, UPI Press
(Bandung: 2009) hal: 36
[6] Wiiliam Crain, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi,
Pustaka Pelajar (Yogyakarta: 2007) Hlm: 528
[7] Ibid.. Hal: 532
[8]
Samsunuwiyati Mar’at, Psikolinguistik, (Bandung, PT. Refika Aditama:
2009), hal.72
[9] Wiiliam Crain, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi,
Pustaka Pelajar (Yogyakarta: 2007) Hlm: 428.
0 komentar: