A. Biografi Robert Mills Gagne
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di North Andover Massachusetts dan meninggal pada tahun 2002. Pada tahun 1937 Gagne memperoleh gelar A.B. dari Yale dan pada tahun 1940 memperoleh gelar Ph.D. pada bidang Psikologi dari Brown University. Gelar profesor diperolehnya ketika mengajar di Connecticut College for Women dari 1940–1949. Demikian juga ketika di Penn State University dari tahun 1945-1946, dan terakhir diperolehnya dari Florida State University. Antara tahun 1949-1958, Gagne menjadi Direktur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air Force. Pada waktu inilah dia mulai mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang mengarah pada hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain pengajaran. Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965.
Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya, dia adalah seorang behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori. Dia juga dikenal sebagai seorang psikolog eksperimental yang berkonsentrasi pada belajar dan pengajaran.
Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya tentang: Instructional Systems Design, The Condition of Learning (1965), dan Principles of Instructional Design. Ketiga karyanya tersebut telah mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran untuk berbagai topik pelajaran di sekolah. Karyanya tentang The condition of Learning, merupakan tulisan yang dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di Angkatan Udara Amerika.[1]
Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya tentang: Instructional Systems Design, The Condition of Learning (1965), dan Principles of Instructional Design. Ketiga karyanya tersebut telah mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran untuk berbagai topik pelajaran di sekolah. Karyanya tentang The condition of Learning, merupakan tulisan yang dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di Angkatan Udara Amerika.[1]
Robert Mills Gagne mendasari teori “condition of learning” dengan asumsi yang dibangun dari hakikat belajar seseorang dan ciri-ciri khusus proses belajar. Yang dimaksudkan dengan hakikat belajar manusia adalah beberapa unsur yang dimaksudkan dalam konsepsi Gagne tentang belajar. Yang merupakan faktor penting adalah hubungan antara belajar dan perkembangan dan keanekaragaman belajar yang ada pada manusia.
Pandangan Gagne mengenai belajar dan perkembangan berbeda baik dengan model pertumbuhan, kesiapan, maupun dengan model perkembangan kognitif dari piaget. Menurut model pertumbuhan kesiapan, pola pertumbuhan tertentu harus terjadi sebelum belajar ada manfaatnya. Misalnya membaca tidak diajarkan kepada anak sebelum anak mencapai usia tertentu. Berlawanan dengan hal ini, piaget memberikan perkembangan intelektual sebagai internalisasi dari bentuk berfikir logis yang berkembang ke arah yang semakin lama semakin rumit.
Model yang dijelaskan Gagne memberikan peranan utama pada belajar. Menurut pandangannya belajar merupakan factor yang luas yang dibentuk oleh factor pertumbuhan, perkembangan tingkah laku merupakan hasil dari efek komulatif dari belajar. Komulatif disini diartikan sebagai bentuk ketrampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi pembelajaran keterampilan yang lain yang bahkan lebih sulit.
Menurut pandangan Gagne lagi, bahwa teori-teori belajar yang ada sebelumnya hanya memberikan gambaran terbatas mengenai hakikat ihwal belajar pada manusia. Secara singkat, perkembangan intelek bisa dipahami sebagai tersusunnya struktur kapabilitas hasil belajar yang makin kompleks dan menarik. Kapabilitas-kapabilitas yang dipelajari ini memberikan sumbangan bagi belajar ketrampilan yang lebih rumit sifatnya dan keterampilan tersebut juga berlaku secara umum pada situasi yang lain, hasilnya ialah ditimbulkannya kemampuan intelek yang tinggi.[2]
Belajar adalah mekanisme yang dengannya dapat menjadikan anggota masyarakat yang matang, cakap, dan dewasa. Belajar juga menentukan semua keterampilan , pengetahuan, sikap, dan nilai yang diperoleh manusia.
C. Prinsip-prinsip teori
Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu :
1. Fase – fase pembelajaran
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
a. Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.
b. Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
c. Fase storage /retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
d. Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu:
e. Fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.
f. Fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.
g. Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar.
h. Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
2. Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :
a. Verbal Information (informasi verbal), adalah kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
b. Intellectual skills (keterampilan intelektual), merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya.
c. Cognitive strategies (strategi kognitif), merupakan sustu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa strategi kognitif adalah : (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3) strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, (5) strategi afektif.
d. Attitudes (sikap-sikap) merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
e. Motor skills (keterampilan motorik) merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar. Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga kegiatan motorik dengan intelektual seperti membaca dan menulis.[3]
3. Kondisi atau tipe pembelajaran
a. Signal learning (belajar isyarat) Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
b. Stimulus-response learning (belajar melalui stimulus-respon) Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
c. Chaining (rantai atau rangkaian) Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya : Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
d. Verbal association (asosiasi verbal) Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dlsbnya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
e. Discrimination learning (belajar diskriminasi) Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepeda motor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.
f. Concept learning (belajar konsep) Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah, dan lain sebagainya.
g. Rule learning (belajar aturan) Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.
h. Problem solving. (memecahkan masalah) Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.
4. Kejadian-kejadian instruksional.
Meliputi apa yang terjadi dalam mengajar. Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar. Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Gain attention (memelihara perhatian), Dengan stimulus ekster kita berusaha membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.
b. Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran), Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi verbal.
c. Stimulate recall of prior learning (merangsang murid), Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
d. Present the content (menyajikan stimuli), Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.
e. Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan), Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar
f. Elicit performance /practice (pemantapan apa yang dipelajari), Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
g. Provide feedback (memberikan feedback), Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
h. Assess performance (menilai hasil belajar), Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
i. Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan transfer), Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain. Dalam mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya.
D. Penerapan teori
Berdasarkan konsep Sembilan Kondisi Intruksional Gagne maka kita bisa menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
1. Memperoleh Perhatian, Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan.
Contoh : Mengenalkan hutan dengan cara mengajak siswa TKA seolah-olah kemping. Dengan mendekorasi ruangan kelas seperti hutan (tanaman dengan pot yang ditutup kain atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll). Hari sebelumnya, Guru meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah seperti makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter, dll.
Contoh : Mengenalkan hutan dengan cara mengajak siswa TKA seolah-olah kemping. Dengan mendekorasi ruangan kelas seperti hutan (tanaman dengan pot yang ditutup kain atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll). Hari sebelumnya, Guru meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah seperti makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter, dll.
2. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran, Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh: Kegiatan diawali dengan tanya jawab, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, dilanjutkan menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebelum kegiatan berkemah, guru mengadakan tanya jawab dengan siswa. Seperti mengatakan “Siapa yang pernah ke hutan?” “Seperti apa ya hutan itu?” “Apa saja isinya?” “Siapa yang mau ke hutan?” “Nanti teman-teman akan melihat hutan, juga mengetahui isi hutan!”.
3. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari, Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan. Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk mengingat kembali pengetahuan tentang hutan, ajak siswa TKA mengklasifikasikan kepingan gambar yang disediakan. Mengklasifikasikan gambar yang berkaitan dengan hutan dengan yang bukan hutan.
0 komentar: